2. Pilihlah Pola Asuh yang Baik
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي
بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Kebaikan tidak sama dengan keburukan. Tolaklah keburukan itu dengan cara yang lebih baik sehingga orang yang memusuhimu akan seperti teman yang setia.” (QS. Fushilat [41]: 32)
Pentingnya Pola Asuh
Ayat ini menjelaskan tentang perbedaan antara yang baik dan buruk, keduanya tentu tidaklah sama. Bukan saja "tidak sama" dalam hal jenisnya saja, tapi sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir-nya, juga "tidak sama" dalam hal balasan dan dampaknya. Demikian pula dalam mendidik. Baik buruknya pola asuh yang diterapkan orangtua atau pengasuh akan sangat berdampak terhadap prilaku anak.
Pola itu penting dalam setiap dimensi kehidupan. Seorang penjahit pakaian misalnya, ia tidak berani membuat pakaian tanpa ada pola terlebih dahulu. Pola inilah yang membuat dia berani untuk memulai menggunting kain-kain yang menjadi bahan dasar pakaian. Demikian pula dengan seorang insinyur bangunan. Sebelum batu bata disusun menjulang ke atas, sebelum batu pondasi dipasang kokoh ke bawah maka dibuatlah rancangan pola terlebih dahulu. Demikian pula sebenarnya dengan urusan mendidik anak. Bahkan kebutuhan akan pola dalam urusan ini jauh lebih urgen dibandingkan dua hal tersebut.
Perumapaan seperti ini memang nampak sederhana, tapi itulah faktanya. Bahwa untuk melakukan sesuatu, kita perlu memiliki sebuah pola. Kita bisa bayangkan jika seorang penjahit membuat pakaian tanpa pola dan seorang insinyur membangun tanpa gambar, kira-kira apa yang akan dihasilkan? Tentu kita sudah bisa menebaknya.
Anak Lahir dalam Keadaan Fitrah
Nabi saw bersabda,
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nashrani dan Majusi." (HR. Bukhari)
Apa yang dimaksud fitrah pada hadits di atas? Para ulama menerangkan bahwa yang dimaksud fitrah adalah Islam. Jadi setiap anak terlahir dalam kondisi sebagai seorang muslim. Tapi selain pengertian
ini, Ibnu Taimiyyah menyampaikan pengertian yang lebih luas lagi; beliau menjelaskan, bahwa "fitrah itu seperti mata. Mata bisa melihat jika ada cahaya dan tidak ada penghalang. Tetapi mata tidak berfungsi dengan benar jika banyak kotoran."
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sebenarnya prilaku anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh orangtua. Jadi kalimat "fa abawahu" (maka kedua orangtuanyalah) dalam hadits tersebut bisa bermakna lebih luas lagi. Bukan hanya menentukan agama bagi anaknya, namun pola asuh orangtua juga akan menentukan baik dan buruknya perilaku anak.
Alva Handayani, seorang psikolog, menjelaskan bahwa ternyata faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap fenomena kenakalan dan kriminalitas remaja. Faktor penyebab yang pertama, menurutnya adalah cara asuh orangtua yang tidak berpola atau pola asuh yang salah. Kedua, kurangnya pengawasan orangtua terhadap perkembangan anak, dan faktor yang ketiga adalah lemahnya penanaman nilai-nilai kebaikan kepada anak. Jadi, pola asuh menempati urutan pertama dan utama dalam faktor-faktor tersebut.
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari atau yang lebih akrab dipanggil dengan Abah Ihsan, dalam buku beliau "Yuk, Jadi Orangtua Shalih Sebelum Meminta Anak Shalih" menjabarkan beberapa contoh prilaku anak bermasalah yang disebabkan oleh pola asuh orangtua. Selama ini, sebagian besar orangtua selalu menuntut anaknya berperilaku baik namun tidak disertai usaha mendidik dengan pola asuh yang benar. Padahal sebagaimana telah disinggung di atas, penyebab rusaknya perilaku anak sebagian besar justru disebabkan oleh orangtuanya sendiri. Karena bagaimanapun juga, setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, dalam keadaan baik.
Mari kita ambil sedikit contoh. Fitrah anak itu menjadi pembelajar sejati, lalu kenapa anak menjadi pemalas atau tidak mau belajar? Ada dua sebab: pertama, kondisi lingkungan yang tidak ideal, bisa karena banyaknya gangguan seperti kebisingan, pencahayaan yang kurang, minimnya fasilitas belajar, dan lain sebagainya. Kedua, orangtua memiliki definisi atau pemaknaan proses belajar yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Seringkali orangtua menuntut capaian hasil belajar yang tidak sesuai dengan usia sang anak, orangtua tidak memahami gaya belajar anak, orangtua mengawali rutinitas belajar dengan suruhan, omelan dan celaan, tidak memahami dan menghargai minat dan bakat anak, tidak memberikan reward yang selayaknya atas usaha anak, dan lain sebagainya.
Contoh di atas hanya salah satu dari 27 prilaku anak yang dikeluhkan oleh para orangtua. Masih tersisa 26 lagi, seperti berbohong, tidak mau bekerja sama, mogok sekolah, tidak percaya diri, suka memukul, berbicara kasar dan tidak sopan, kecanduan game, tidak mandiri, tidak disiplin dan lain sebagainya. Penasaran? Saya rekomendasikan anda untuk membaca langsung bukunya.
Pada akhirnya, orangtualah yang harus banyak melakukan evaluasi, introspeksi diri, dan meningkatkan kualitas diri, serta berusaha memahami dan menerapkan pola asuh yang benar dan tepat agar bisa menjaga anak tetap dalam fitrahnya. Kemudian mengembangkannya ke arah yang lebih maslahat bagi kehidupan anak di masa depan dan tentu bagi agama Islam.
Teringat perkataan Ibnul Qoyyim Al-jauziyyah, “kerusakan pada diri anak kebanyakan datang dari sisi orangtua yang meninggalkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dalam agama berikut sunnah-sunnahnya. Para orangtua itu melalaikannya di waktu kecil, sehingga mereka tidak sanggup menjadi orang yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan tidak pula bagi orangtua.”
Jadi, sebelum menuntut anak kita shalih, maka seyogiyanya orangtua memiliki bekal ilmu yang cukup. Jangan berharap memanen jika tidak pernah menanam. Hanya mereka yang menanam dengan baik, serius dan konsisten yang akan memanen hasil yang terbaik.
Wallahu a’lam.
Oleh: Hasan Faruqi, S.Pd.I
Pegiat Parenting dan Keluarga, Pembina KORNI (Komunitas Keluarga Qur’ani) Bandung.
Diedit oleh: muslimfamilia.com (AC)
0 comments:
Post a Comment