هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاء
“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Rabbnya seraya berkata, “Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau dzurriyah thayyibah (seorang anak yang baik). Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS. Ali ‘Imran: 38)
Ketika Nabi Zakariya as. menyaksikan sendiri bahwa Allah Ta’ala telah memberi karunia kepada Maryam berupa buah-buahan musim panas dimusim dingin, dan buah-buahan musim dingin dimusim panas, saat itulah ia berharap sekali ingin memiliki seorang anak. Saat itu ia telah memasuki usia tua, tulang-tulangnya mulai rapuh, dan rambutnya telah memutih. Di sisi lain, istrinya juga telah tua dan bahkan mandul. Meski demikain, setelah kejadian yang dialami Maryam, ia memiliki keinginan kuat untuk memiliki seorang anak dengan berdoa kepada Allah Ta’ala, “Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau dzurriyah thayyibah.”
Bagi orangtua, tentu ia menyadari betul bahwa anak merupakan karunia dan nikmat yang diberikan Allah kepada pasangan suami istri. Karena, salah satu tujuan dari pernikahan adalah sebagai wasilah untuk mendapatkan keturunan. Sehingga, kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluarga menjadi nikmat tersendiri yang hanya bisa dirasakan oleh orangtua. Kehadirannya akan senantiasa di tunggu-tunggu. Hari demi hari, bulan demi bulan, orangtua akan senantiasa mengikuti perkembangan si janin. Dan, setelah lahir, anak seolah-olah menjadi perhiasan dunia bagi orangtuanya. Hal ini sebagaimana yang telah Allah sampaikan;
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَل
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…” (QS. Al-Kahfi: 46).
Anak sebagai perhiasan dunia lantaran mereka akan mampu memberikan kekuatan dan pembelaan bagi orangtuanya.
Di sisi lain, anak merupakan batu ujian bagi orangtuanya, dan hal ini yang jarang dipahami oleh para orangtua. Bahkan, Allah menyebutkan bahwa sebagain anak akan menjadi ‘aduw (musuh bagi orangtuanya). Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu…” (QS. At-Taghabun: 14)
Imam Mawardi menyebutkan lima bentuk permusuhan anak bagi orangtuanya;
Pertama, orang-orang yang masuk Islam di Makkah dan hendak hijrah ke Madinah, namun dihalang-halangi oleh anak dan istri mereka.
Kedua, anak istri yang tidak memerintahkan kepada ketaatan kepada Allah dan tidak melarang dari perbuata maksiat kepada-Nya.
Ketiga, anak-anak yang memutus hubungan kekerabatan dan bermaksiat kepada Allah.
Keempat, anak istri yang menyelisihi perintah agama.
Kelima, anak istri yang mendorongmu untuk mengejar dunia dan bermegah-megahan dengannya.
Bahkan, di ayat selanjutnya, Allah Ta’ala menyebutkan bahwa anak adalah salah satu bentuk fitnah (cobaan dan musibah) bagi orangtuanya;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوّاً لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At-Taghabun: 14)
Sebab, anak bisa melenakan orangtua dari usahanya mencari kehidupan akhirat. Atau, terkadang orangtua menjadi bakhil lantaran anak-anaknya, sehingga ia tidak mau mengeluarkan harta yang menjadi hak Allah.
Dari sini, selaku orangtua, seharusnya kita belajar kepada doa Nabi Zakariya di atas. Meski ia sangat ingin sekali mengharap anak, meski kondisi fisiknya sangat tidak memungkinkan, namun ia tetap berharap mendapatkan keturunan yang baik (dzurriyah thayyibah). Sebab, dengan keturunan yang baik inilah orangtua akan merasakan kenikmatan dunia akhirat. Sebab, bila kita perhatikan kriteria dzurriyah thayyibah yang telah disampaikan para ulama, tentu itu merupakan kriteria anak ideal dalam pandangan Islam.
Para ulama menyebutkan bahwa di antara kriteria dzurriyah thayyibah ini adalah anak yang memiliki perilaku dan sifat yang menawan. Ada yang berpendapat, bahwa dzurriyah thayyibah adalah anak yang bertakwa kepada Allah, shalih, dan diridhai oleh Allah. Ada yang berpendapat, bahwa dzurriyah thayyibah adalah anak yang membawa keberkahan bagi orangtuanya, yakni kebaikan yang banyak, baik dalam urusan dunia maupun agama.
Semoga anak-anak kita menjadi dzurriyah thayyibah yang mampu memberikan manfaat bagi orangtuanya baik di dunia maupun akhirat. Dan, semoga anak-anak kita menjadi nikmat yang mendatangkan kebahagiaan bagi orangtuanya. Semoga kelak di akhirat kita dikejutkan oleh karunia dari Allah lantaran anak-anak kita, sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam:
إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ أَنَّى هَذَا فَيُقَالُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ
“Sesungguhnya seseorang akan diangkat derajatnya di surga, lalu ia berujar, ‘Bagaimana mungkin aku mendapatkan derajat ini?” Maka, dijawab, “Hal ini lantaran anakmu telah memohonkan ampun untukmu.” (HR. Ibnu Majah).
Wallahu a’lam.
Oleh: Ust. Abu Hudzaifah, Lc
Sumber: hidayatullah.com
0 comments:
Post a Comment