Pasangan Budi dan Novi tengah dilanda konflik berkepanjangan. Suasana emosi sering mewarnai kehidupan keseharian mereka.
Suatu ketika mereka berdua sedang bertengkar hebat. Novi dengan emosi berucap, "Aku akan pergi saja dari rumah ini!" Tanpa peduli sikap dan respon Budi, ia segera masuk ke dalam kamar.
Dengan cekatan Novi packing. Menyiapkan tas koper besar, segera ia mengemas pakaiannya dan pakaian dua anaknya. Sambil packing ia berpikir "Akan pergi kemana ya?"
Ia panggil dua anaknya yang tengah bermain di teras. "Ayo Nak kita segera berangkat..."
Myta dan Tony, dua anaknya yang masih sekolah SD dan TK kaget, "Memangnya kita mau kemana Ma?"
"Berlibur sayang..." jawab Novi sekenanya.
Myta dan Tony bertambah heran karena mereka tahu saat itu bukan masa liburan. Namun mereka berdua menurut saja karena senang diajak pergi berlibur.
Dengan menenteng tas koper besar, Novi segera keluar rumah diikuti dua anak tercinta. Tanpa berpikir panjang ia menghentikan taxi yang tengah lewat di jalan depan rumahnya.
Novi dan kedua anaknya segera masuk ke dalam taxi. "Kemana tujuan kita bu?" tanya sopir taxi.
"Ehmm... ke bandara Soekarno Hatta pak..." jawab Novi tanpa berpikir panjang. Sebenarnya ia belum memutuskan akan pergi kemana saat itu.
Sejak Novi packing tadi, ia berharap Budi mendekat dan memeluknya sambil berkata, "Jangan pergi dong sayang. Ayolah kita bicarakan baik-baik..." Nyatanya hal itu tidak dilakukan Budi sampai Novi naik taxi.
Perjalanan dengan taxi menuju bandara ditempuh dalam waktu dua jam. Sepanjang perjalanan itu Novi berharap Budi menelpon dan memintanya pulang. Namun sampai taxi tiba di bandara Soetta, Budi tidak juga menelpon. Novi jadi bertambah kheki dan salah tingkah.
Turun dari taxi ia segera menuju counter penjualan tiket pesawat. Novi berpikir akan pulang ke Surabaya, ke rumah ibunya. Ia bertanya kepada petugas counter soal harga tiket.
Karena membeli tiket model “goshow”, jelas tidak ada tiket pesawat murah. Harga tiket Jakarta - Surabaya adalah sembilan ratus limapuluh ribu rupiah per orang saat itu. Novi berpikir keras, menghitung biaya yang harus ia keluarkan untuk membayar kemarahan dan emosinya.
Ia harus mengeluarkan uang hampir tiga juta rupiah untuk beli tiket bertiga. Belum nanti tiket pulang, biaya taxi ke rumah ibu dan tentu saja oleh-oleh untuk ibu. Total bisa lebih dari tujuh juta rupiah untuk harga kemarahannya. Novi merasa sayang harus mengeluarkan uang sebanyak itu untuk membeli kemarahan dan emosi.
Sembari bingung di bandara, Novi berharap Budi menelponnya, meminta maaf dan memintanya pulang. Namun hal itu juga tidak terjadi. Budi tidak menelpon sama sekali. Novi semakin kheki.
"Nak kita pulang saja ya... Tiket pesawatnya mahal semua.." ujar Novi. Kedua anak yang tidak tahu menahu persoalan orang tuanya menjadi semakin bingung....
Akhirnya mereka bertiga kembali naik taxi pulang ke rumah. Dengan perasaan jengkel, marah, bingung, malu bercampur aduk jadi satu, Novi masih berharap Budi menelponnya. Namun sampai taxi berhenti di depan rumahnya, Budi tetap tidak menelpon.
Novi semakin bingung, jengkel dan marah. Ragu-ragu ia memasuki halaman rumah. Novi masih saja ragu apakah ia akan masuk rumah atau tidak. Namun karena tidak punya alternatif lain akhirnya Novi paksakan diri masuk ke dalam rumahnya.
Novi membayangkan, di rumah Budi sedang cemas mencari dirinya. Mungkin Budi sedang bingung menelpon keluarga atau meminta tolong teman untuk ikut mencari Novi yang pergi dari rumah. Bahkan mungkin Budi sedang menelpon polisi.
Novi segera nembuka pintu rumah dan berjalan menuju ruang keluarga. Betapa terkejutnya Novi, karena ia menjumpai Budi di ruang keluarga sedang duduk santai di sofa sambil menyantap pizza. Seperti tidak terjadi sesuatu apapun di hari itu. Budi tampak tenang saja...
"Astaghfirullah... Kamu kok santai-santai sih, Bang... Aku sampai bingung seperti ini kamu tidak peduli sama sekali....." ungkap Novi dengan kesal.
"Mengapa aku harus bingung?" Justru Budi yang tampak bingung dengan pertanyaan Novi.
"Aku ra popo..." lanjut Budi sambil tersenyum nyengir, menirukan istilah yang sedang nge-trend di dunia cyber waktu itu.
Demi mendengar istilah lucu itu, tiba-tiba meledaklah suara tawa mereka berdua. Novi tertawa sambil berurai air mata, karena sesungguhnya ia menangis. Antara tawa dan tangis. Perasaan Novi bercampuraduk.
Istilah "aku ra popo" selama ini sering mereka ucapkan sebagai candaan dalam hidup keseharian. Mereka berdua selalu tertawa setiap mendengar istilah lucu itu diucapkan.
Melihat Novi tampak salah tingkah, Budi bangkit dari sofa dan memeluknya. Novi segera menangis dalam pelukan Budi. Kedua anak mereka berlari masuk ke kamar tidak mau melihat adegan tersebut.
"Aku tahu engkau akan ke rumah ibu di Surabaya. Aku bahkan sudah menelpon ibu mengabarkan kalau engkau dan anak-anak akan ke sana namun aku tidak bisa mengantar...", ungkap Budi sambil mengelus lembut kepala Novi.
"Aku tidak perlu bingung. Lima jam dari sejak engkau pergi aku akan menelpon ke rumah ibu untuk memastikan bahwa engkau dan anak-anak sudah tiba dengan selamat....", lanjut Budi.
"Sekarang kita harus menelpon ibu untuk mengabarkan engkau dan anak-anak tidak jadi ke Surabaya....."
Novi hanya menjawab dengan anggukan kecil. Ia masih ingin memuaskan tangisnya dalam pelukan Budi. Perlahan kekesalannya makin mereda. Novi tetap merasakan kedalaman dan kehangatan cinta Budi, walau sesekali waktu mereka harus terlibat pertengkaran dan emosi....
(Budi, Novi, Myta dan Tony bukan nama sebenarnya.....)
Oleh: Ust. Cahyadi Takariawan
Sumber: www.kompasiana.com/pakcah
0 comments:
Post a Comment