Benar bahwa memerlukan seorang ibu yang bahagia agar dapat mendidik anak dengan bahagia, sehingga anak tumbuh dengan bahagia, dan menjadi anak yang bahagia.
Simpulannya, jika ibu tidak bahagia maka dia tidak mampu mendidik anaknya dengan bahagia, sehingga anak tumbuh dengan tidak bahagia, dan akhirnya menjadi anak yang tidak bahagia.
Pekerjaan rumah kita adalah... jenis dan takaran kebahagiaan wanita kerapkali neracanya adalah dunia, harta dan kebendaan. Itu sudah diperingatkan Allah Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kita nggak bisa ngeles apalagi mengelak.
Ada uang maka bahagia. Penghasilan besar maka bahagia. Rumah mewah maka bahagia. Bisa beli barang branded maka bahagia. Punya mobil anyar maka bahagia. Bisa jalan-jalan ke luar negeri maka bahagia.
Lantas ketika penghasilan suami kecil, suami hanya mampu mengontrak rumah yang sempit, suami hanya punya motor bebek, maka hati istri pun jauh dari rasa bahagia. Jangankan jalan-jalan ke luar negeri, membawa anak-anak dengan motor bebek pun tak cukup tempat duduknya, demikian hati merutuk.
Hati yang tidak bahagia ini lantas mempengaruhi suasana hati Ibu, bahkan mempengaruhi sikap Ibu kepada anak-anaknya. Kesabaran menurun, emosi mudah negatif, apa saja perilaku anak jadi salah di mata Ibu. Keadaan ini sungguh-sungguh terjadi pada diri-diri kita, yang mengaku muslimah...
Kita yang belajar tentang syukur.... Kita yang belajar tentang sabar.... Kita yang belajar tentang qana'ah.... Mari mengaku.... Ketika dihadapkan pada kenyataan hidup, ilmu syukur, sabar dan qanaah kita lebih sering menguap, terbang bersama angin, bukan?
Padahal sungguh... tidak akan selesai masalah-masalah dunia kita jika jalan keluar yang kita tempuh jalan-jalan duniawi... Salah besar jika kita menganggap bahwa kita akan menjadi lebih mulia jika kita berharta-benda.
Jika rasa syukur telah begitu jauh untuk digapai... mari kita ingat-ingat ketika Bunda Hajar dan bayi Ismail ditinggal di padang pasir tak berpenghuni tanpa bekal yang memadai. Mengingat keadaan beliau kala itu, bukantah sudah amat pantas kita mensyukuri keadaan kita saat ini?
Ketika persoalan terasa sudah sangat berat menghimpit wahai Bunda, ingatlah... Kepada siapa Bunda Hajar mengadu? Bukan, bukan kepada Nabi Ibrahim... tetapi kepada Allah Ta'ala...
Berlarinya Bunda Hajar dari Sofa ke Marwa tak menyelesaikan masalahnya... Tetapi ketika pasrahnya kepada Allah Ta'ala hadir sempurna, maka saat itu Allah datangkan pertolongan-Nya.
Karena itu, berbahagialah wahai Bunda, dengan segala keadaan kita saat ini. Mari pandai-pandai mensyukuri setiap nikmat yang Allah beri, karena kita tidak ada kuasa mendatangkannya...
Kalaupun kita harus menangis.... Kalaupun kita perlu mengadu.... Kalaupun kita butuh bersandar.... Menangislah, mengadulah, bersandarlah kepada Allah Ta'ala.... Karena hanya Allah satu-satunya Dzat yang pantas kita jadikan penolong.
Jangan sampai wahai Bunda, keluar dari lisan-lisan kita ungkapan mengkufuri rezeki dan nikmat yang telah Allah titipkan melalui tangan suami, sekecil dan sesedikit apapun jumlahnya.
Marilah berbahagia Bunda, mari mendidik anak-anak kita dengan bahagia, agar mereka tumbuh dengan bahagia, dan menjadi anak-anak yang bahagia...
Oleh: Miftahul Jannah (www.facebook.com/MiftahulJannah.UmmuZahro)
0 comments:
Post a Comment