latest Post

Jangan Menunggu Pasangan Anda Tiada

katakan cinta

Hidup berumah tangga akan menjadi sangat indah apabila suami dan istri bersikap saling mencinta, saling menjaga, saling percaya dan saling setia. Hari-hari mereka lewati dalam kebersamaan yang indah, sehingga mampu melewati berbagai rintangan dan badai persoalan kehidupan. Salah satu kunci untuk meraih suasana kebahagiaan hidup berumah tangga adalah kesediaan untuk memberikan yang terbaik bagi pasangan.

Inspirasi Ainun dan Habibie 

Ingat kisah film Ainun & Habibie? Sangat mendalam kebersamaan Habibie dengan Ainun. Rasa cinta Habibie terhadap sang isteri sedemikian besar, hingga ia merasakan kekosongan dalam relung jiwanya saat sang istri tiada. Konon, kira-kira dua pekan setelah kematian Ainun, suatu hari Habibie memakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir, sambil memanggil “Ainun... Ainun…” Ia mencari Ainun di setiap sudut rumah.

Ainun adalah perempuan istimewa di mata Habibie. Ia menepati janji untuk selalu mendampingi Habibie sampai akhir hidupnya, di kala susah maupun senang. Bahkan pada detik-detik terakhir menjelang kepergiannya, ia tetap memikirkan Habibie.

“Saya tidak bisa, saya tidak bisa berjanji akan menjadi istri yang sempurna untukmu. Tapi saya akan selalu mendampingimu, saya janji itu.”

Itu janji Ainun ketika dilamar oleh Habibie. Dan ia telah membuktikannya. Setia mendampingi Habibie sampai akhir hayatnya. Dalam suka dan duka, dalam tawa dan airmata, dalam segala dinamika kehidupan berumah tangga, Ainun setia mendampingi Habibie hingga ajal menjemputnya.

Inspirasi Cinta Buya Hamka 

Ada lagi kisah cinta seorang ulama besar di Indonesia, Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka (1908 – 1981). Beliau adalah seorang Pahlawan Nasional yang juga ulama, pujangga, pejuang kemerdekaan, anggota Konstituante, aktivis Muhammadiyah, sastrawan dan akademisi.

Putra beliau, Irfan Hamka, menuturkan kondisi Buya sepeninggal istrinya. “Setelah aku perhatikan bagaimana Ayah mengatasi duka lara sepeninggal Ummi, baru aku mulai bisa menyimak. Bila sedang sendiri, Ayah selalu kudengar bersenandung dengan suara yang hampir tidak terdengar. Menyenandungkan ‘kaba’. Jika tidak Ayah menghabiskan 5 - 6 jam hanya untuk membaca Al Qur-an".

Demikian kuat Ayah membaca Al Qur-an, suatu kali pernah aku tanyakan, “Ayah, kuat sekali Ayah membaca Al Qur-an?”

“Kau tahu, Irfan. Ayah dan Ummi telah berpuluh-puluh tahun lamanya hidup bersama. Tidak mudah bagi Ayah melupakan kebaikan Ummi. Itulah sebabnya bila datang ingatan Ayah terhadap Ummi, Ayah mengenangnya dengan bersenandung. Namun, bila ingatan Ayah kepada Ummi itu muncul begitu kuat, Ayah lalu segera mengambil air wudhu. Ayah shalat Taubat dua rakaat. Kemudian Ayah mengaji. Ayah berupaya mengalihkannya dan memusatkan pikiran dan kecintaan Ayah semata-mata kepada Allah,” jawab Ayah.

“Mengapa Ayah sampai harus melakukan shalat Taubat?” tanyaku lagi.

“Ayah takut, kecintaan Ayah kepada Ummi melebihi kecintaan Ayah kepada Allah. Itulah mengapa Ayah shalat Taubat terlebih dahulu,” jawab Ayah.

Sebagai seorang ulama, Buya Hamka adalah seorang yang sangat tawadhu dan dekat kepada Allah. Sedemikian kuat cinta Buya kepada istrinya sampai ia takut kalau perasaan itu mengalahkan kecintaan kepada Allah.

Luar biasa kisah kasih Habibie dan Buya Hamka. Dua tokoh legendaris di Indonesia. Kita harus bisa mengambil hikmahnya. Mereka berdua memberikan inspirasi keindahan sebuah keluarga. Kisah kasih yang dirajut dengan sangat mesra sampai akhir hayat mereka. Mereka berusaha saling memberikan yang terbaik bagi pasangan, sehingga mereka pun mendapatkan hal serupa dari pasangannya.

Berikan yang Terbaik untuk Pasangan 

Bagaimana dengan kita? Mumpung Allah masih berikan kesempatan kepada kita untuk hidup bersama pasangan tercinta, berikan hal terbaik untuknya selagi kita bisa. Jangan menunggu pasangan tiada mendahului kita dan kita baru menyesal belum melakukan hal terbaik untuknya.

Ada seorang suami yang belum sempat menyatakan perasaan cinta kepada istrinya sampai sang istri meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan. Ia menyesal selama duapuluh tahun hidup bersama belum pernah menyatakan cinta kepada istrinya. Saat menjelang pemakaman sang istri, suami itu menangis meraung-raung menyesali kelalaiannya. Ia merasa belum membahagiakan istrinya, bahkan belum sempat meminta maaf dan menyatakan rasa cinta kepada istrinya.

Semua sudah terlambat. Waktu sudah habis, karena sang istri telah dipanggail menghadap ke haribaan-Nya. Tinggallah sang suami meratapi kelalaiannya selama ini. Ya. Jangan menunggu berita buruk baru kita merasa menyesal belum berbuat yang terbaik untuk pasangan kita. Segera lakukan hal terbaik untuk pasangan, selagi kita bisa.

Oleh: Ust. Cahyadi Takariawan
Sumber: www.kompasiana.com/pakcah
Recommended Posts × +

0 comments:

Post a Comment