latest Post

Jangan Salah Memahami Anak dan Memilih Pola Asuh. Bahaya!



Memahami anak adalah perkerjaan simpel sebenarnya, dan ini mudah bagi beberapa orang yang terbiasa berinteraksi sosial dengan berbagai tipe orang. Mudahnya sih begini; pahami anak dengan melihat anak dari dua bagian. Pertama, bagian yang sudah ada dari sananya (bawaan). Kedua, bagian terbentuk dari lingkungannya (misal pola asuh orang tua, atau sikon lingkungannya).

Dua orang ahli psikologi perkembangan anak bernama Stella Cess dan Alexander Thomas menyampaikan bahwa tipe seorang anak bisa dibagi menjadi tiga golongan besar berdasarkan sifat bawaannya. Mari kita cermati anak kita termasuk tipe apa dan bagaimana solusinya?

1. Tipe "EASY"
Anak dengan tipe Easy mudah sekali berinteraksi dengan orang lain. Pokoknya, blessing deh punya anak seperti ini. Ditinggal emak bapaknya, santai aja ga pakai rewel, malah dadah-dadah. Kalau ada di lingkungan baru, bisa cepat sekali dapat teman.

2. Tipe "SLOW TO WARM UP"
Haduh, anak ini butuh waktu untuk adaptasi di lingkungan baru. Kita perlu buat preambule dulu kalau mau mengajaknya bepergian. Misalnya, kalau kita mau negajaknya ke waterpark baru yang belum pernah dia kunjungi sebelumnya, kita harus storytelling alias menceritakan dulu kalau waterpark-nya itu jauh (agar dia siap kalau lama di perjalanan, dan agar dia tidak rewel nantinya). Lalu menceritakan bahwa di waterpark nanti akan ada beragam mainan, dia bisa mencoba semua mainan itu dan tidak perlu perlu takut, selain itu di sana dia juga akan bertemu dengan banyak orang baru.

Jadi jika mengajak anak tipe ini untuk mengunjungi tempat baru, orang baru, atau suasana baru, kita harus menyiapkan "cerita pembuka". Jika tidak dijelaskan sebelumnya, kemungkinan besar dia akan menolaknya mentah-mentah.

3. Tipe "DIFFICULT"
Nah, anak dengan tipe ini adalah anak dengan energinya yang besar, aktif, dan cenderung sulit diatur jika berada di lingkungan baru. Kadang dia berperilaku destruktif, yang akhirnya membuat ayah ibunya sibuk melarang ini-itu dan akhirnya kelabakan karena larangannya tidak digubris.

Kepada anak tipe ini, orang tua atau pengasuh harus siap dengan aktivitas baru di setiap tempat yang baru. Orang tua dan pengasuh harus bisa memfasilitasi Sang Anak untuk mencurahkan energinya yang besar dengan nyaman. Jika tidak terfasilitas dengan baik, maka dia akan berusaha menyamankan dirinya sendiri dengan aksi rewel, nangis, teriak-teriak, melempar-lempar barang, dll.

***

Setelah memahami bahwa ada faktor bawaan yang mempengaruhi karakter seorang anak, kita juga harus memahami bahwa pola asuh orang tua juga turut andil dalam pembentukan karakter anak-anaknya. Diana Blumberg Baumrind, seorang Clinical and Developmental Psychologist membagi tipe pengasuhan orang tua menjadi tiga, yaitu,

1. Authoritarian ("Too Hard")
Orang tua dengan tipe ini memiliki ciri banyak menuntut dan kurang bertanggungjawab. Selain itu sifatnya sangat kaku, dan kasar. Orangtua pelaku KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) terhadap anak kemungkinan besar adalah orangtua dengan tipe ini. Namun ditekankan juga oleh Baumrind, tidak semua orangtua dengan tipe ini bisa dipastikan akan selalu melakukan tindak kekerasan atau KDRT.

2. Permissive ("Too Soft")
Ini adalah tipe orangtua yang tidak bisa mengatakan tidak pada anaknya. Apapun keinginan anaknya pasti dituruti. Orangtua seperti ini cenderung membuat anaknya menjadi manja.

3. Authoritative ("Just Right")
Tipe in iadalah tipe yang idel menurut Baumrind. Tipe orangtua yang 'seimbang'; tidak sekedar menuntut anaknya melakukan sesuatu tapi juga memfasilitasi, berusaha memenuhi kebutuhan anak dengan tetap mempertimbangkan aspek kebermanfaatan, tegas namun tidak kasar, menghargai pendapat anak tapi juga menerapkan peraturan, dst.

Inti dari pola pengasuhan yang baik adalah komposisi antara perilaku mengontrol perilaku anak dan penerimaan terhadap keberadaan/kondisi anak. Terlalu permisif (memperbolehkan semua) tentu tidak baik, tapi terlalu mengekang dan banyak melarang juga kurang baik. Terlalu memuji atau sebaliknya terlalu banyak mengritik anak sama-sama tidak baik.

Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan kebahagiaan menjadi orangtua adalah ketika kita bisa memaksimalkan potensi anak-anak kita. Capek? Jelas! Tapi pasti akan menjadi kebahagian yang tiada bandingannya jika ketika kita tua nanti, anak-anak kita mampu mandiri dimasa dewasanya. Sesimpel itu bukan?

Banyak cerita yang disampaikan, banyak orangtua yang kesulitan dalam mengasuh anak-anaknya. Atau kita temukan anak yang mengalami gangguan belajar karena lingkungan (sekolah, ortu) kurang memahami bagaimana harus bertindak dan menyesuaikan antara pola asuh dengan karakter Si Anak.

Kini, sebenarnya semua fasilitas sudah tersedia untuk semua tipe anak. Tinggal sejauh mana kita sebagai orangtua mau berusaha memberikan yang terbaik. Coba kita merenung dan mencermati cara kita mengasuh anak dan bagaimana perilaku bawaan anak kita. 

Jangan sampai potensi anak kita "terlindas" oleh pola asuh kita yang salah. Kita juga perlu melakukan evaluasi secara periodik, karena terkadang perubahan situasi dan kondisi mengharuskan kita untuk melakukan penyesuaian pola asuh.

Menantang bukan? Jadi, memang tidak mengherankan jika pahala menjadi orantua itu buanyaaaak... pake banget. So, jangan setengah-setengah jadi orang tua. Agar pahala dan hasilnya juga tidak nanggung. Keep learning, Mom-Dad! Semangat! [Rista Megasari/muslimfamilia.com]
Recommended Posts × +

0 comments:

Post a Comment