Happy Ending
Kebahagiaan itu seperti terbangnya sayap elok kupu-kupu.
Semakin ingin kita mengejarnya, semakin terbang dan tak kunjung hinggap.
Kadang terpikir, layakkah kita bahagia saat kebahagiaan itu belum benar-benar menjadi hak?
Semakin ingin kita mengejarnya, semakin terbang dan tak kunjung hinggap.
Kadang terpikir, layakkah kita bahagia saat kebahagiaan itu belum benar-benar menjadi hak?
Sesungguhnya, kebahagiaan itu ada di hati.
Tak perlu kita cari sedemikian rupa.
Tak perlu dikejar dengan jaring kupu-kupu.
Hanya perlu ditengok, diselami, dan dimaknai setiap jengkal rasa yang tersua di hati.
Bahagia itu milik kita.
Tak perlu direnggut paksa saat kita ingin bermanja-manja dengan bahagia.
Tak perlu kita cari sedemikian rupa.
Tak perlu dikejar dengan jaring kupu-kupu.
Hanya perlu ditengok, diselami, dan dimaknai setiap jengkal rasa yang tersua di hati.
Bahagia itu milik kita.
Tak perlu direnggut paksa saat kita ingin bermanja-manja dengan bahagia.
Untuk bahagia, kita tak perlu menunggu cincin emas melingkar, saat telah ada cincin perak menghias indah jari manis kita.
Sekali lagi, bahagia itu untuk dirasa, disyukuri, bukan untuk ditunda.
Dan yakinilah, bahwa bahagia hakiki, hanya ada dalam kesempurnaan cinta-Nya kepada kita.
Sekali lagi, bahagia itu untuk dirasa, disyukuri, bukan untuk ditunda.
Dan yakinilah, bahwa bahagia hakiki, hanya ada dalam kesempurnaan cinta-Nya kepada kita.
Jika itu sudah menjadi sikap dan sifat diri, ada dan tiadanya hal ihwal tak ada beda.
Karena ternyata, udara untuk kita hirup tetaplah ada.
Untuk itu, malulah kita jika tak pandai bersyukur.
Maka nikmat-Nya yang manakah yang kita dustakan?!
Karena ternyata, udara untuk kita hirup tetaplah ada.
Untuk itu, malulah kita jika tak pandai bersyukur.
Maka nikmat-Nya yang manakah yang kita dustakan?!
Duhai, mari berbahagia. Selamat berbahagia.
Semoga senantiasa dan selamanya.
Mari aminkan!
Semoga senantiasa dan selamanya.
Mari aminkan!
(Fithria Sa'adah, Ada Cinta di Secangkir Lemon)
0 comments:
Post a Comment