“Ayah” adalah sebuah panggilan indah didengar yang didamba oleh lelaki yang telah menikah. Panggilan itu–atau panggilan pengganti yang lain seperti Abah, Abi, Buya dan semacamnya—yang keluar dari lisan anak-anaknya yang ceria dan suci, terasa memiliki daya magis yang luar biasa.
Seorang lelaki yang mendengarnya kemudian merasa keren, gagah, dihargai, dihormati, dianggap pahlawan, dibanggakan. Sebuah perasaan yang menuntut pembuktian agar ia bisa tampil memimpin, memberi nafkah dan teladan, menyelesaikan masalah, namun pada saat yang sama menjadi teman bermain dan sahabat yang menyenangkan.
Dengan aneka peran semacam itu, tantangan bagi seorang ayah memang tidak mudah: memerlukan modal istimewa yang cukup untuk menjalankan semua harapan ini secara konsisten, menghadapi realita yang sering berbeda dari idealismenya, mengejar putaran roda zaman yang semakin cepat dan melelahkan.
Modal itu bisa berupa banyak hal: kepintaran, kekayaan, karir dan sebagainya. Namun yang paling pokok mesti dimiliki para ayah ialah… IMAN.
Mari renungkan ayat Al-Quran berikut ini:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia dan di akhirat) dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl [16]: 97).
Para ayah tentu menginginkan kehidupan yang baik untuk diri dan keluarganya, baik di dunia maupun di akhirat. Para ayah pun siap dan memang sudah dan selalu melakukan amal: bekerja, berusaha, dan melakukan semua aktivitas untuk teraihnya kehidupan yang baik itu. Ayat di atas memberitahukan bahwa syarat utama teraihnya semua kehidupan baik itu adalah dengan memiliki iman.
Jadi inilah modal utama yang mesti dimiliki para ayah. Sebelum belajar teknik mendapatkan uang yang berlipat untuk nafkah keluarga, tata cara membuat presentasi memukau, trik memberi nasihat kepada anak dan sebagainya, kekuatan iman menjadi hal pertama yang harus dimiliki.
Apa iman yang dimaksud? Iman itu adalah keyakinan dalam hati, kata-kata lisan dan perilaku anggota badan, yang berkaitan dengan 6 hal pokok (dikenal sebagai rukun iman): Allah, malaikat, kitab suci, Rasul, hari kiamat dan takdir.
Contoh kecil, dari keterangan ini kita bisa mendapatkan sebuah pelajaran: “Iman itu ada dua bagian, satu bagian dalam sabar dan satu bagian dalam syukur.” (HR: Baihaqi dari Anas ra.)
Kini jelaslah sudah, inilah sebetulnya rahasia kekuatan para ayah yang shalih itu, meskipun ia didera berbagai rintangan dalam mencapai mimpinya, tumpukan masalah di kantor baik dengan rekan kerja atau dengan kliennya, anak-anak yang selalu ingin minta perhatian, kadang juga istri yang ngambek tanpa alasan, namun mereka masih bisa menghadapi itu semua dengan sabar, adalah karena ada iman yang menjadi modal hidup dan bahan bakar harapannya.
Atau jika suatu saat ia diberikan banyak kemudahan, anak-anak yang cakep-cantik dan mudah diatur, istri qonaah dan menyenangkan, rumah dan kendaraan yang nyaman, ia sikapi itu semua tidak dengan kesombongan. Bersyukur adalah sikapnya yang sudah tertanam.
Tentu sebagaimana jalan menuju puncak, iman itu berkelok-kelok, kadang naik, kadang turun. Kita mesti tahu bagaimana cara merawat dan mempertebal iman dalam diri. Insya Allah kita akan bicarakan lagi di kesempatan mendatang. Untuk sekarang cukup ini saja dulu. Saya mesti menemani ayah saya yang kini sedang terbaring di rumah sakit. Mohon doa dari Anda untuk kesembuhan ayah tercinta saya. Terima kasih dan mohon maaf. [Heru Be/muslimfamilia.com]
0 comments:
Post a Comment