latest Post

Ketika Anak Kekurangan Perhatian dari Sang Ayah

Ketika Anak Kekurangan Perhatian Sang Ayah


Saat ini, tak sedikit orang tua mengeluhkan buah hatinya yang mengalami kondisi mental "berbeda" dari anak-anak pada umumnya. Mendapati kenyataan tersebut, sebagian orang tua berinisiatif mencari tahu. Ini juga terjadi di lingkungan tempat kami tinggal dahulu.

Bu Agus, bukan nama sebenarnya, pernah bertanya kepada saya tentang kondisi puteranya yang masih kelas satu SD. Ia mengeluhkan betapa pendiam dan pemurungnya Dafa. Tak jarang guru dan teman-temannya mengadu kalau dia juga berperilaku "aneh" ketika berdiam diri di sekolahnya.

Ba'da mendengarkan curhat Bu Agus, saya yang sedang semangat-semangatnya belajar keautisan, secara "jumawa" memberikan "fatwa" bahwa Dafa telah mengalami kondisi ADD atau Attention Deficit Disorder. Semua penjelasan lebih lanjut dan saran penanganannya nampak dicermati Bu Agus dengan serius, karena saya lihat ia mengangguk-angguk ketika kami mengobrol.

Dua bulan pasca perjumpaan kami yang singkat itu, Bu Agus datang lagi ke rumah kami. Kali itu ia tidak sendiri, Pak Agus dan Dafa juga hadir di antara kami. Wajah mereka terlihat seperti keluarga di foto iklan asuransi yang cerah ceria.

Sambil mengucapkan terimakasih, Dafa menyerahkan sekantung rambutan kepada saya. "Ini buat Bu Arya."

"Alhamdulillah, makasih juga ya Dafa," jawab saya sambil takjub melihat anak laki-laki ganteng dan sopan itu. "Tapi, makasih buat apa?" saya bergumam.

Seperti membaca pikiran ini, Bu Agus menjawab gumaman saya dengan antusias. "Makasih Bu, habis ngobrol waktu itu, saya cerita sama bapaknya anak-anak. Besoknya mulai deh Dafa diajak bapaknya ngangkot satu rit, mumpung hari Minggu."

Wah, kelihatannya ini akan jadi pembicaraan yang panjang. Saya selingi obrolan Bu Agus dengan senyum sambil meminta ijin untuk panggil bocils (anak-anak saya) untuk mengajak Dafa bermain bersama. Alhamdulillah, tak lama ketiga anak-anak itu secara alami sepakat berlari ke halaman. Entah mau berpetualang dengan skenario apa, kami tidak tahu. :-)

Rupanya Pak Agus sudah tak tahan menyampaikan pengalaman serunya. Spontan ia langsung menyambung obrolan kembali. "Di jalan saya ajak ngobrol Dafa. Saya sebutin nama jalan atau gedung yang kami lewati. Dafa mah pertamanya diem-diem aja. Lama-lama dia tanyakan satu-satu barang di dashboard angkot saya."

"Oya, terus Bapak bilang apa?" di antara celah cadar, mata saya lebih melotot dari sebelumnya, tanda antusias merespon kemajuan hubungan mereka.

"Ya disebutin aja satu-satu,  ini persneling, buat atur maju-mundur-nanjak-mudun, ini buat lampu sen, ini itu, ini itu, sampai klakson saya jelasin sambil dibunyikan. Pokoknya ngobrol ngalor-ngidul. Dafa cuma berhenti nanya pas penumpang bayar ongkos. Habis itu ya nanya lagi," jelas Pak Agus menggebu-gebu, sambil menunjuk kanan-kiri.

Saat saya tanya bagaimana perasaannya ketika "kencan bersama Dafa", Pak Agus malah berkaca-kaca.

"Harusnya dari dulu saya ajak Dafa (ngangkot sesekali). Cuma saya takut dia malu sama kerjaan saya Bu. Tapi ternyata dia suka saya narik. Dia malah mau ikut setiap hari Minggu, malah mamahnya juga diajakin," ujarnya dengan suara bergetar. Bu Agus meraih tangan suaminya itu.

"Kalo isteri saya ga bilang Dafa itu ADD alias kurang perhatian, pasti saya akan terus bikin Dafa makin parah," lanjutnya menatap Bu Agus seperti adegan sinetron diulang-ulang.

Penasaran mengapa sampai bisa begitu, saya tanya Bu Agus. "Emang Ibu bilang apa sama bapak?"

"Saya bilang, Dafa itu kena ADD, attention deficit disorder (dengan logat Sunda kental). Jadi kurang perhatian," jawabnya polos.

"Kan kalo saya mah ketemu Dafa 24 jam Bu. Jadi aja saya bilang mungkin Dafa kurang perhatian bapaknya. Untung aja Kang Agus teh nuju bageur, terus aja bilang mau coba bawa Dafa narik sehari biar bisa bareng-bareng. Habis kalo pulang kan malem, Dafanya udah tidur. Kalo pagi, bapaknya udah berangkat dari subuh," tambah Bu Agus.

Subhanallah. Percakapan kami terus berlanjut, dari matahari telah tergelincir (ba'da Dzuhur) sampai warnanya menguning (Ashar).

"Keluarga bahagia" itu pun pamit, menyisakan sebuah hikmah luar biasa sekaligus teguran bagi saya. Tentu saja, tambahan teman baru bagi bocils.

***

Maasyaa Allah, wastaghfirullah. Ternyata saya telah keliru. Rupanya menyederhanakan penjelasan lebih bermanfaat daripada menggunakan istilah rumit -saat menjelaskan- demi kelihatan keren di mata orang lain. Bersyukur Allah Ta'ala memberikan pemahaman kepada Bu Agus dan Pak Agus dengan "sekenanya" namun manjur.

Sungguh diri ini begitu kecil. Bahkan tak mampu membedakan ADD dengan DDD (dad deficit disorder/gangguan -mental- akibat kurangnya perhatian ayah).

Sejak saat itu, saya "rem" diri ini dari mudah memberi "fatwa" terkait kondisi apapun yang dialami anak-anak di sekitar kami. Label ilmiah terkadang lebih menyulitkan penanganan anak daripada pemahaman sederhana yang digagas seiring "pertemuan" intensif sehari-hari.

Perjalanan Pak Agus dan Dafa juga mengingatkan saya tentang suatu waktu ketika Ibnu Abbas muda berjalan bersama Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam.

Mereka menaiki seekor baghal (keturunan silang antara kuda betina dan keledai jantan) yang dihadiahkan Kisra. Ibnu Abbas duduk dibonceng beliau di belakang. Setelah beberapa lama berjalan, Rasulullah saw. menoleh ke belakang dan bersabda,

“Wahai Anak muda!”

Ibnu Abbas menjawab, “Saya, ya Rasulullah.”

“Jagalah Allah, kamu pasti akan dijaga-Nya.” (HR. Tirmidzi)

Rasulullah saw pun pernah mengajak anak kecil ke sebuah tempat rahasia secara sembunyi-sembunyi untuk diberikan nasehat kepadanya. Hal ini dialami oleh Abdullah bin Ja’far seperti tertuang dalam hadits,

“Pada suatu hari Rasulullah saw pernah memboncengku. Beliau mengatakan sesuatu kepadaku dengan berbisik. Perkataan beliau itu tidak pernah kuceritakan pada siapapun.” (HR. Muslim)

Maasyaa Allah, itulah waktu yang tepat untuk "mendekati dan menasehati" anak sebagaimana diteladankan Rasulullah saw. Yaitu saat mereka merasa sedang bermain atau melakukan sesuatu yang menyenangkan bagi mereka. Dan hingga kini ternyata cara itu begitu maslahat, seperti yang Allah takdirkan pada Dafa dan bapaknya. Rabbana, memang sunnah itu indah. Ighfirlana.

Belakangan saya baru tahu bahwa, seorang Pakar Parenting di Australia, Steve Biddulph telah mengemukakan, kecenderungan anak dengan ADD juga mengalami DDD, dalam kasus tertentu. Subhanallah. [Aryanti Be/muslimfamilia.com]



Catatan:
rit = rute angkot
ngangkot = mengendarai angkot
nanjak = jalan menanjak
mudun = jalan menurun
ngalor-ngidul = kesana-kemari
nuju bageur = sedang baik
Recommended Posts × +

0 comments:

Post a Comment