Seringkali orangtua baik secara sadar maupun tidak, suka membanding-bandingkan anaknya dengan anak yang lain. Ketika anak masih balita mungkin dibanding-bandingkan perkembangan motorik atau kemampuan bicaranya, saat anak sudah sekolah maka kemampuan akademisnya yang dibanding-bandingkan, dan seterusnya.
Sikap seperti ini sebenarnya wajar. Menurut Kathy Seal, seorang psikolog sekaligus penulis buku Pressured Parents, Stressed-out Kids: Dealing With Competition While Raising a Successfull Child, sikap membanding-bandingkan termasuk insting alami manusia untuk bertahan hidup.
Namun walaupun merupakan hal yang wajar, sikap suka membanding-bandingkan anak bisa membuat orangtua stres. Akhirnya juga membuat orangtua hanya terfokus pada kelemahan anak dan tidak menyadari kelebihan yang anak punyai. Akibatnya bagi anak juga tidak baik.
Jika anak merasa dibanding-bandingkan, maka akan tumbuh perasaan rendah diri, dan perasaan tidak dihargai. Maka sudah seharusnya para orangtua menyadari hak ini dan mulai menghentikan kebiasaan membanding-bandingkan anaknya dengan anak yang lain.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi kecenderungan membanding-bandingkan anak, di antaranya:
1. Pahami bahwa setiap anak memiliki keunikan masing-masing.
Setiap orangtua harus memahami bahwa setiap anak dilahirkan dengan keunikan masing-masing. Setiap anak memiliki bakat, minat, dan keunggulan yang berbeda-beda sehingga perkembangan anak satu dengan yang lainnya tentu akan berbeda pula.
2. Nikmati prosesnya.
Nikmati proses tumbuh kembang anak dan hargai kemampuan anak saat ini. Sadari bahwa kita tidak dapat memaksa anak mencapai tahapan kemampuan tertentu jika mereka memang belum siap.
Jika anak kita lambat dalam mencapai tahap kemampuan tertentu (motorik, bicara, dst), orangtua memang seringkali menjadi khawatir. Namun perlu diketahui bahwa tahapan tumbuh kembang anak sangat bervariasi. Kita tidak perlu khawatir sejauh anak berkembang sesuai dengan rentang waktu yang masih normal.
3. Fokus pada kelebihan atau kekuatan anak.
Selalu melihat sisi lemah anak dan membandingkannya dengan anak lain akan membuat orangtua tidak menyadari kelebihan dan kekuatan yang sebenarnya dimiliki oleh sang anak. Mungkin ada orangtua yang terlalu mengkhawatirkan anaknya yang belum mulai berjalan di usia satu tahun tiga bulan, sehingga lupa bahwa sang anak ternyata sudah bisa berbicara dengan cukup jelas pada usia 10 bulan. Atau orangtua yang terlalu cemas dengan kemampuan matematika anaknya yang pas-pasan, hingga tidak menyadari bahwa anaknya memiliki bakat yang luar biasa di bidang olahraga.
4. Bersyukur.
Bersyukur dengan apa yang ada pada anak, akan menghindarkan kita dari sikap membanding-bandingkan. Bersyukur juga menjadi bentuk keyakinan kita bahwa Allah adalah Pencipta Yang Maha Adil. Dan salah satu bentuk keadilan-Nya adalah menciptakan setiap makhluknya memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
0 comments:
Post a Comment