latest Post

Nasihat-Nasihat Penuh Hikmah Bagi Para Suami yang Merindu Surga

Nasihat bagi suami

Wanita mana yang tidak mendambakan suami yang dapat menjadi sandaran hidupnya, mampu membimbing dan mendidiknya untuk menjadi wanita baik dan shalihah. Suami yang selalu memotivasinya untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dan selalu istiqamah di jalan-Nya. 

Maka berikut ini adalah nasihat-nasihat penuh hikmah yang perlu diketahui oleh para suami pada khususnya dan kaum lelaki pada umumnya yang ingin menjadi suami idaman bagi istri-istrinya kelak:

1. Hendaklah seorang suami senantiasa bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala dalam mempergauli dan memperlakukan istrinya. 

Karena ia adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah subhanahu wata’ala pada hari Kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

“Perlakukanlah wanita-wanita itu dengan baik.” (HR. Bukhari-Muslim) 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang berbuat zhalim terhadap wanita. Sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa, 

“Ya Allah sesungguhnya aku akan menjadi penghalang (orang yang menzhalimi) hak dua golongan yang lemah, yakni: anak yatim dan wanita.” (HR. Ibnu Majah)

2. Hendaklah seorang suami memiliki perangai dan tabiat yang mulia. 

Janganlah ia mencaci istrinya, menjelek-jelekkannya, dan mendiamkannya tanpa alasan yang dibenarkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak menyukai suatu perangainya, maka ia akan menyukai perangai yang lain dari dirinya.” (HR. Muslim).

3. Hendaklah seorang suami banyak bersabar dan bersikap baik dalam bermuamalah dengan istrinya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik kalian kepada keluargaku.” (HR. Ibnu Majah)

4. Hendaklah seorang suami memiliki kecemburuan terhadap istrinya.

Benarlah ungkapan "cemburu tanda cinta". Cemburu itu baik, asalkan dikelola dengan baik dan tidak berlebihan, sehingga justru menjadi sebab berburuk sangka kepada pasangan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

“Apakah kalian merasa heran dengan ghirah (rasa cemburu)-nya Sa’ad? Sungguh aku lebih cemburu darinya, dan Allah lebih cemburu dariku.” (HR.Muslim).

5. Hendaklah seorang suami bersikap lemah lembut dan bijaksana dalam menyikapi kesalahan dan kekeliruan istri. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, melainkan ia akan membuatnya menjadi indah, dan tidaklah kelembutan itu hilang dari sesuatu, melainkan ia akan memperburuknya.” (HR. Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha lembut, Dia menyukai kelembutan dalam semua perkara.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

6. Hendaklah seorang suami memberikan nafkah kepada istrinya dengan ma’ruf (layak). 

Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (terlalu pelit) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (terlalu boros) karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isra’: 29)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang hak-hak istri yang wajib dipenuhi oleh suami. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Kamu memberi makan kepadanya, jika kamu makan; dan kamu memberi pakaian untuknya, jika kamu memakai pakaian; dan janganlah kamu memukul wajah; menjelek-jelekkannya; dan jangan pula kamu mendiamkannya kecuali di dalam rumah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

7. Hendaklah seorang suami mempelajari fiqih kewanitaan.

Seorang suami perlu memiliki ilmu agama yang baik, termasuk di dalamnya adalah ilmu fikih kewanitaan, sehingga ia mengetahui cara menggauli istrinya saat haidh dan nifas, dan mampu mengajarkan kepada istrinya tentang masalah tersebut, jika istri belum mengetahuinya.

8. Hendaklah seorang suami memahami adab berhubungan badan (jima') dengan istri.

Diantaranya, hendaklah seorang suami mengerti, bahwasannya tidak boleh baginya berhubungan (bersetubuh) dengan istrinya waktu haidh, dan tidak pula pada duburnya. Dibolehkan baginya untuk bermesra-mesraan dengannya waktu haidh, kecuali melakukan jima’ (bersetubuh), karena hal tersebut diharamkan. Allah subhanahu wata’ala berfirman, 

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, 'Haidh itu adalah suatu kotoran'. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagai mana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 222-223)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah subhanahu wata’ala tidak memandang seorang lelaki yang menggauli lelaki lain atau seorang wanita melalui dubur”. (HR. At-Tirmidzi)

Beberapa etika melakukan jima’: 
  • Memulai dengan basmalah (membaca bismillah dan berdo’a), bersenda gurau, berpelukan, mencium sebelum melakukannya. Karena hal itu lebih dapat memberikan kepuasan bagi suami dan istri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

    “Jika salah seorang di antara kalian akan menyetubuhi istrinya mengucapkan (berdoa),

    بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْناَ الشَّيْطاَنَ وَجَنِّبِ ااشَّيْطاَنَ ماَ رَزَْقْتَناَ. 
    (Artinya: Dengan nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari setan, dan jauhkan setan untuk mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami)

    Maka niscaya setan tidak akan mencelakakan anak (hasil) dari keduanya selama-lamanya.” (HR. Bukhari-Muslim)
     
  • Jika seorang suami telah selesai menunaikan hajatnya, maka hendaklah ia tidak tergesa-gesa (menyudahinya), sampai sang istri mendapatkan haknya.
  • Barangsiapa yang ingin mengulanginya (jima’), maka hendaklah ia membasuh kemaluannya, lalu berwudhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

    “Jika salah seorang di antara kalian menyetubuhi istrinya, kemudian hendak mengulangi, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim)


9. Hendaklah seorang suami menjaga kerahasiaan hubungan suami-istri. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di antara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat adalah seorang suami yang menggauli istrinya, dan istrinya menggaulinya, kemudian ia sebarkan rahasia istrinya.” (HR. Muslim)

Suatu ketika dikatakan kepada sebagian orang-orang shalih yang ingin menceraikan istrinya, “Apa yang membuatmu ragu kepada istrimu?” Lalu ia menjawab, “Orang yang berakal tak akan membuka rahasia.” Maka tatkala ia telah menceraikannya, ia pun kembali ditanya, “Mengapa kamu menceraikannya?”. Lalu ia pun menjawab, “Apa urusanku/hakku dengan istri orang lain?”

Sumber: Dialihbahasakan dari buletin “Baaqotu wardin wa Nisrin, Muhdatun Likulli ‘Arusain”, Min al-Qism al’Ilmy Bi Daril-Wathan, oleh: Abu Nabiel

Recommended Posts × +

0 comments:

Post a Comment