latest Post

Positive Parenting Menurut Pandangan Imam Al-Ghazali (1)

Positive Parenting Menurut Pandangan Imam Al-Ghazali

Menjadi orang tua adalah tugas yang tidak mudah. Setiap orang tua mengemban amanah dan tangguhjawab untuk mendidik anaknya dengan metode dan muatan nilai yang terbaik dan yang paling unggul. Harapannya adalah bagaimana menjadikan seorang anak itu cerdas, berakhlak mulia dan memiliki fungsi diri yang utuh. Dengan kriteria itu, ia akan menjadi manusia berbudaya yang unggul.

Tujuan final dari semua itu tidak lain adalah membangun kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Anak yang tumbuh dalam karakter dan akhlak yang baik serta mulia tidak hanya akan sukses di dunia, namun juga dalam kehidupan ukhrawi. Dan itu yang terpenting. Kesuksesan dunia tanpa kesuksesan akhirat adalah hampa belaka. Maka dengan makna-makna Islami yang tumbuh subur dalam hati, seorang manusia akan meraih kebahagiaan di akhirat kelak.

Imam Al-Ghazali sebagai seorang ulama besar Islam memiliki seperangkat ajaran tentang ilmu jiwa (ilm an-nafs) atau psikologi hati yang membahas secara filosofis ataupun metodologis tentang penyempurnaan jiwa manusia. Selama ini, umumnya ajaran Al-Ghazali berlaku untuk manusia dewasa. Namun karena universalitasnya, ajaran beliau juga sesungguhnya terbuka untuk interpretasi-interpretasi spesifik tentang bagaimana pendidikan kejiwaan untuk anak-anak. Sebentuk pemikiran yang penting untuk kita lirik kiranya, mengingat betapa mirisnya melihat berbagai realitas pertumbuhan perilaku anak-anak dewasa ini, terutama di wilayah metropolis yang penuh dengan benturan nilai-nilai sehingga membuat bentuk dan identitas moral mereka semakin tidak menentu.

Pendidikan Moral sebagai Fondasi

Positive parenting adalah pendidikan dari orang tua yang bersifat positif dalam membangun karakter kepribadian, keutuhan mental, kecerdasan fisik/psiko-motorik, kecerdasan kognitif serta spiritual sang anak. Bisa dikatakan bahwa positive parenting adalah pendidikan integratif dari orang tua terhadap anak.

Dalam pemikiran al-Ghazali, hal yang sangat mendasar dalam positive parenting adalah pendidikan moral. Moral merupakan nilai fundamental (fundamental value) dalam perkembangan jiwa sang anak sampai akhirnya nilai itu benar-benar tertanam saat dia dewasa kelak. Adapun peran utama orang tua dalam hal ini adalah core value (pusat nilai) yang akan diteladani oleh sang anak. Menurut Ghazali, ada empat nilai moral yang harus ditanamkan dalam diri seorang anak. Yang pertama yaitu empat kebaikan utama: hikmah (kebijaksanaan/kecerdasan), syaja’ah (keberanian), ‘iffah (pemeliharaan diri), dan ‘adalah (kesatupaduan dari ketiga elemen tadi).

Untuk memahami pandangan ontologis al-Ghazali tentang moral, dapat dilacak dari konsepnya tentang khulq. Al-Ghazali mendefisinikan kata khulq (moral) sebagai suatu keadaan atau bentuk jiwa yang menjadi sumber timbulnya perbuatan–perbuatan yang mudah tanpa melalui pemikiran dan usaha. Maksud kata “mudah” di sini adalah berarti bahwa setiap perbuatan moralistik sudah menjadi spontanitas perilaku sang anak selaku subjek moral, tanpa ada paksaan, pamrih atau rasa tertekan dalam menjalani perbuatan itu. Spontanitas—pada level tertentu—merupakan refleksi keikhlasan dalam beramal.

Level spontanitas dalam suatu tindakan akhlaki (moralistik) ini merupakan bentuk puncak dari pertumbuhan moral dalam diri sang anak yang akan ia raih saat ia menginjak usia dewasa. Untuk sampai ke sana tentunya membutuhkan tahapan-tahapan pendidikan dan pengajaran yang baik dan terjaga kontinuitasnya.

Metode-metode

Menurut al-Ghazali, pendidikan moral (al-thuruq ila tahzib al akhlak) memiliki beberapa metode diantaranya; pertama, metode pembiasaan, yakni metode dengan melatih anak untuk membiasakan dirinya pada budi pekerti dan meninggalkan kebiasaan yang buruk melalui bimbingan dan latihan (exercising). Tentang metode ini al-Ghazali mengatakan bahwa semua etika keagamaan tidak mungkin akan meresap dalam jiwa sebelum jiwa itu sendiri dibiasakan dengan kebiasaan baik dan dijauhkan dari kebiasaan yang buruk. Nilai-nilai moral dan etika keagamaan haruslah mendarah daging menjadi perilaku (behaviour) dan kebiasaan (habitus) bahkan kesadaran (consciousness).

Hal ini seperti apa yang beliau kemukakan :

“Apabila anak itu dibiasakan untuk mengamalkan apa-apa yang baik, diberi pendidikan ke arah itu pastilah ia akan tumbuh di atas kebaikan tadi akibat positifnya ia akan selamat sentosa di dunia dan akhirat. Sebaliknya jika anak itu sejak kecil dibiasakan  dan dibiarkan mengerjakan keburukan, begitu saja tanpa diberikan pendidikan pengajaran, yakni sebagaimana halnya seseseorang memelihara binatang, maka akibatnya anaki tu akan selalu berakhlak buruk, dan dosanya dibebankan kepada orang yang bertanggung jawab (orang tua dan guru) memelihara dan mengasuhnya. (Al-Ghazali , Ihya’ Ulumuddin, VI hal. 107).

Untuk menopang proses pembentukan kebiasaan bagi anak-anak, al-Ghazali mengemukakan beberapa prinsip yang perlu dilakukan oleh pendidik yaitu: penggunaan dorongan atau pujian secara proporsional, pemberian celaan secara bijaksana, melarang anak untuk berbuat buruk secara sembunyi-sembunyi, melarang anak untuk membanggakan apa yang dimilikinya, mengajari anak untuk bersikap suka memberi (kedermawanan) dan tidak suka meminta (kemandirian).

Bersambung ke Positive Parenting dalam Pandangan Imam Al-Ghazali (2)
Recommended Posts × +

0 comments:

Post a Comment