Balita -si lucu, imut, enerjik, ingin tahu, kuat, dan super heboh- yang kita cintai sudah melampaui usia bayinya. Sebagai bocah yang badannya lebih besar dan sudah mulai optimal fungsi alat inderanya, mereka sudah cukup umur untuk mencoba apa saja. Ya, apa saja, baik itu yang biasa saja sampai yang kita pikir membahayakannya.
Jika kita larang dengan kata JANGAN, mereka malah cuek bahkan bersikeras melakukan kemauannya. Jika kita beri makan atau minta lakukan sesuatu, mereka mulai katakan TIDAK. Sebaliknya jika kita katakan TUNGGU atau NANTI DULU, mereka sudah bisa memaksa AKU MAU ITU SEKARANG! Sangat memancing emosi jiwa kita bukan?
Itulah para malaikat kecil yang selalu tersenyum, memeluk kita, dan menciumi kita lalu tetiba tantrum tak jelas dan kadang berubah menjadi "atlit lempar lembing" jadi-jadian. :-D Balita memang menakjubkan dan jika kita memahami mereka dengan lebih baik, insyaa Allah kita dapat membantunya mengelola energi yang berlimpah itu, begitu pula dengan kemauan dan rasa keingintahuan mereka yang besar.
Kita dapat menikmati masa keemasan ini bersama si kecil tanpa stress dan lebih menyenangkan jika kita memahami apa yang sebenarnya mereka mau. Berikut beberapa hal yang diinginkan oleh anak-anak balita kita:
Balita Ingin "Berkuasa"
Wow, rupanya "kekuasaan" bukan hak orang dewasa saja ya. Saat semua indera balita mulai berfungsi optimal, maka mereka mulai ingin tampil mandiri. Sekarang dia sudah bisa berjalan, makan sendiri, dan percaya diri bahawa mereka dapat melakukan semuanya SENDIRIAN! "Aku mau itu", "Nggak mau ini", "Ini punya aku", dan "AKU" menjadi kosakata favorit keseharian balita. Tapi tenang saja Ayah, Bunda, hal ini adalah perkara yang lumrah.
Di satu sisi balita ingin mandiri, tapi di sisi lain apa yang dia pikir mampu sebetulnya terlalu berat atau bahkan membahayakan. Wajar saja, karena akal balita memang terbatas untuk menilai kemampuannya sendiri. Mereka memang belum tahu maksud dari niat baik kita, maka tak heran kalau mereka tetiba menolak, memaksa, bahkan ngambek jika keinginannya tidak kita penuhi.
Agar balita lucu kita tetap terjaga "rasa berkuasanya", kita dapat melakukan 2 teknik pilihan ini:
- Beri dia pilihan bebas yang tidak mengancam "kekuasaannya". Tanyakan mainan atau permainan apa yang ingin dimainkannya, mau duduk di kursi yang mana, atau mau pakai baju yang mana. Pilihan seperti ini dapat memenuhi kebutuhan jiwa anak akan perasaan dihargai pendapatnya.
- Berikan pilihan terbatas agar orang tua dapat mengganti keinginan balita yang tidak sesuai atau bahkan membahayakannya. Misalnya saat masuk waktu tidur namun si kecil menolak, kita dapat mengalihkan penolakannya dengan menanyakan, "Piyama yang mana nih yang mau dipakai malam ini?", "Kita lihat bintang yuk di teras rumah?", atau "Eh, waktu kecil ayah pernah jatuh dari pohon loh...mau tau ceritanya nggak?" Pertanyaan-pertanyaan ini dapat memancing anak kita dari keengganannya mengikuti peraturan atau jadwal yang harus diikutinya. Secara tidak langsung, kita telah MENOLAK keinginan balita yang memaksa dengan cara yang lebih halus dan menyenangkan.
Balita Ingin Merasakan Jadi "Orang yang Udah Gede"
Coba Ayah Bunda mengingat kembali masa kecil dulu. Siapa hayo yang suka pakai sepatu atau selop ibunya? Siapa coba yang suka bongkar-bongkar radio di rumahnya sampai obeng, tang, dan perkakas ayahnya berserakan gak karuan? Ada yang mengalaminya? Aha! Itu juga yang dilakukan balita di zaman sekarang, bahkan berlaku bagi remaja.
Mereka berbuat begitu karena ingin merasakan bagaimana menjadi orang dewasa atau "sudah gede". Bukan menjadi orang dewasa secara literal sih, tapi cenderung ingin memakai barang-barang yang biasa digunakan orang dewasa. Inilah yang terkadang menurut kita tidak sesuai dengan kapasitas balita, atau bahkan membahayakannya. Misalnya, mereka bisa keseleo karena memakai selop ibu atau bisa tersengat listrik saat mengoprek radio dengan obeng, dsb.
Namun dibenak balita, mereka hanya berusaha untuk merasakan pengalaman menjadi orang dewasa. Ini tak berarti mereka nakal. Dalam teori Pedagogy of Play yang diusung Vygotsky dkk hal ini bahkan dianggap baik. Artinya, anak kecil yang meniru orang dewasa justru memperoleh pengalaman dan ilmu tentang kehidupan yang akan dijalaninya di masa yang akan datang, dan perilaku seperti ini tak melulu membahayakan. Dengan mencoba hal-hal baru, pengetahuan mereka akan penggunaan barang baru bertambah, dan jika mereka mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan, maka kemungkinan besar mereka tidak akan mengulanginya lagi (belajar dari pengalaman).
Agar kita tidak kesulitan melarang balita menggunakan barang orang dewasa, kita dapat menyediakan alat yang "diperkecil" atau disesuaikan dengan usia mereka. Ini sesuai dengan teori Montessori dimana segala yang ada di dunia sengaja dibuat tiruannya agar anak-anak dapat belajar menggunakan peralatan orang dewasa. Dengan demikian anak-anak mendapat keterampilan baru menggunakan peralatan yang biasa digunakan sehari-hari.
Untuk mendukung moral balita, kita dapat menjadi teladan sebagai "orang dewasa" yang dapat dicontohnya. Jika kita bermain bersama mereka, pstikan selalu beterimakasih kepadanya, meminta sesuatu dengan sopan darinya, bergiliran dengannya, dan sebagainya. Insyaa Allah, Ayah Bunda akan terkejut betapa antusiasnya mereka meniru gaya "orang dewasa"! Mereka ibarat mesin fotokopi yang menggemaskan! ;-)
Balita Ingin Menyalurkan Energinya
Sepertinya baterai alami pada tubuh balita kita sangatlah kuat. Energi buah hati kita yang super aktif itu seakan tiada habisnya. Jika mereka tipe ilmuwan kecil, maka bersiaplah dengan rasa ingin tahu mereka yang besar, imajinasinya yang tak terbatas dan segala hal yang dicobanya.
Melelahkan! Ya, pasti kita sempat lelah menjawab segala tanyanya, mengapresiasi semua hasil karyanya, dan memaklumi "ujicobanya" yang nyeleneh dan biasanya menyisakan "PR beres-beres" bagi orangtuanya. Maka berbesarhatilah merespon keadaan ini, sebab jika energi para balita tidak tersalurkan, akibatnya justru akan jauh lebih melelahkan.
Balita yang energinya terpendam memiliki kecenderungan "bad mood", suka menggigit jari, menangis sampai berguling-guling, "melarikan diri" atau melampiaskan emosinya dengan menjadi melempar-lempar barang. Karena energi dan keinginannya untuk mencoba berbagai hal tidak terakomodasi, maka emosi yang ditampakkan lebih condong pada emosi yang tak terkendali, seperti marah atau sedih. Jika sudah begini, biasanya emosi orang tua juga bisa terpancing menjadi marah yang tak terkendali. Na'udzubillahi min dzalik.
Agar kita terhindar dari suasana tidak menyenangkan bersama buah hati, cobalah bermain peran seolah kembali menjadi bayi atau anak seusianya. Ayah Bunda bisa lakukan lomba merangkak domba versus kucing, mengajak jalan-jalan sore dan bermain di taman bermain sekitar rumah, bermain petak umpet, atau membuat tantangan berkreasi dengan barang bekas yang ada di rumah.
Hal tersebut rupanya telah dicontohkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam yang senang bercengkrama dengan anak dengan cara yang lucu. Salah satunya adalah ketika Beliau SAW memainkan dan menimang-nimang Al-Hasan dengan kedua tangannya yang mulia untuk menaikkannya ke dadanya sembari mengucapkan kata-kata timangan, "Naiklah, hai kecilku, ke atas dadaku! Naiklah, hai si mata kecil yang lucu!" (An-Nihayah fii Gharibil Hadits wal Atsar karya Ibnu Katsir)
Maasyaa Allah, dengan berpura-pura menjadi anak kecil yang sebaya dengan Al-Hasan, Rasulullah SAW menyalurkan kehangatan dan kasih sayang ke dalam jiwa anak-anak. Maka anak-anak pun dalam hal ini dapat mencontoh Beliau selaku orang dewasa sebagai pribadi yang berhati lembut, bertutur kata sopan, lagi baik perangainya.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Q.S. Al-Qalam 68:4)
Selain itu, saat mereka aktif berkegiatan yang menyenangkan bersama orangtuanya, kita tinggal merangsang bakat dan minat anak serta menanamkan nilai ketuhanan (Tauhidullah) dan melakukan pembiasaan karakter baik lainnya seperti menjaga kebersihan, tepat waktu, dan sebagainya.
***
Mendidik dan membesarkan anak balita memang susah-susah gampang dan cenderung melelahkan. Maka akan lebih mudah jika kita legowo memberikan sedikit kelonggaran bagi anak kita untuk mencoba berbagai macam hal dan memenuhi segala keingintahuannya secara mandiri. Lalu pelajarilah apa yang terjadi saat anak dalam posisi "berkuasa"; apa keterampilan yang ia dapat saat itu, nilai dan moral apa yang ditiru anak, dsb.
Menerapkan peraturan disertai dengan reward & punishment yang disesuaikan usia balita akan sangat membantu Ayah Bunda. Cara ini dapat memudahkan kontrol keamanan dan kenyamanan ketika anak-anak sedang bereksplorasi.
Nikmatilah momen-momen saat balita kita merayakan keberhasilannya mencoba hal baru. Jadilah orang yang pertama bertepuk tangan saat si kecil imut itu melakukan ujicoba kemandiriannya. Peluk dan ciumlah dia yang gagal mencoba sesuatu. Berilah ia senyum yang paling lebar. Bermanja-manjaanlah bersama mereka yang menggemaskan itu. Jangan lupa pula untuk menikmati istirahat yang nyaman ketika memang ada kesempatan, agar energi dan stamina Ayah Bunda tetap terjaga.
Selamat bergembira dan selamat berlomba dengan si kecil yang cepat dan lincah itu! ;-)
[Aryanti Be/muslimfamilia.com]
[Aryanti Be/muslimfamilia.com]
0 comments:
Post a Comment