Apakah perasaan cemburu pernah menguras hati Anda? Jika pernah terbebani kegalauan akibat cemburu terhadap suami/istri Anda, maka beryukurlah. Itu artinya Allah Ta'ala sedang mempererat tali cinta kasih Anda kepada pasangan halal Anda yang tercinta.
Di dalam Islam, kecemburuan adalah salah satu rasa yang harus dipelihara di dalam hubungan pernikahan. Dengan adanya rasa cemburu, ikatan percintaan pasangan Muslim akan kian menguat. Orang yang tidak memiliki rasa cemburu bahkan terancam tidak akan masuk surga. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam, teladan keluarga Muslim bersabda,
“Tiga golongan yang tidak akan masuk surga: orang yang durhaka terhadap bapak ibunya, Duyuts (Orang yang tidak mempunyai rasa cemburu), dan perempuan yang menyerupai laki-laki.” (HR. Nasai dan Hakim).
Juga sabda Rasulullah saw. dari Abu Hurairah ra.,
“Allah itu Pencemburu dan seorang mukmin juga pencemburu. Kecemburuan Allah itu bila ada seorang hamba datang kepada-Nya dengan perbuatan yang diharamkan-Nya." (HR. Bukhari)
Maasyaa Allah, betapa cemburu kepada suami atau isteri termasuk ke dalam salah satu perangai yang diridhai Allah dan diteladankan Nabi Muhammad saw. Hal tersebut berlaku, sebab kecemburuan merupakan salah satu pendorong untuk saling menjaga kehormatan pasangan halal kita. Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa,
“Sesungguhnya asal dalam agama adalah perlunya rasa keberatan (protektif) atau kecemburuan (terhadap ahli keluarga). Barangsiapa yang tidak memiliki perasaan ini, pertanda bahwa tiada agama dalam dirinya, karena perasaan cemburu ini menjaga hati dan menjaga anggota (badan) sehingga terjauhkan dari kejahatan dan perkara keji. Tanpanya hati akan mati, maka matilah juga sensitivitas anggota (badan terhadap perkara haram), sehingga menyebabkan tiadanya kekuatan untuk menolak dan menghindari kejahatan sama sekali."
Maka suami yang cuek dengan syariat menutup aurat bagi isterinya, atau justru bangga memamerkan kecantikan isterinya sehingga dapat dinikmati pria lain, sesungguhnya telah menjajakan kehormatan isterinya. Termasuk pula sikap membiarkan sang isteri bergonta-ganti foto profil centil di sosial media, atau tidak merasa risih saat isterinya dicium dan disentuh oleh pria lain. Sikap-sikap seperti ini sangat berpotensi menjadi pencetus keretakan rumahtangga.
Kaum isteri memiliki kebutuhan untuk dicemburui secara terang-terangan oleh suaminya. Bagi mereka, cemburu adalah tanda cinta dan perhatian. Jika suami tidak menampakkan gelagat cemburunya, para isteri bisa merasa tidak dihargai keberadaannya dan tidak menutup kemungkinan memudarkan perasaan cintanya. Na'udzubillah.
Maka tak heran jika agama yang mulia ini menuntut seorang suami agar memiliki rasa cemburu terhadap isteri terkasihnya. Cemburu yang positif dapat mencegah terkikisnya rasa malu isteri, dan menjaganya agar tidak keluar dari kemuliaan orang yang beriman.
Dalam sebuah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dikatakan,
"Al-haya-u minal iman wal imanu fil jannah". Artinya: Sifat malu adalah sebagian dari iman, dan keimanan itu (balasannya) di Surga.
Disampaikan juga kisah tentang kecemburuan seorang shahabat,
Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata dalam mengungkapkan kecemburuan terhadap istrinya: “Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku niscaya aku akan memukul laki-laki itu dengan pedang (yang dimaksud bagian yang tajam, red)…” Mendengar penuturan Sa‘ad yang sedemikian itu, tidaklah membuat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mencelanya, bahkan beliau bersabda: “Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa`ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa`ad dan Allah lebih cemburu daripadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasa cemburu yang menghimpit dada, asalkan tidak berlebihan adalah sikap yang terpuji yang harus senantiasa dijaga. Semoga kecemburuan positif itu dapat menjaga moralitas suami isteri dari arus modernisasi yang melenakan. [Aryanti Be/muslimfamilia.com]
0 comments:
Post a Comment