Tak semua yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik oleh pasangan. Bagaimana cara mengatasinya?
Seorang bapak yang telah berkeluarga puluhan tahun berkisah. Ia tak dapat berbagi masalah yang ia hadapi di tempatnya bekerja dengan sang istri di rumah. Apalagi bila ia berbagi cita-cita dan mimpinya, maka sang istri tidak dapat memberikan umpan balik yang ia harapkan.
Pahami pesan-pesan yang tersirat dan tersurat
Menjadikan pasangan sebagai tempat yang paling tepat untuk berbagi memang gampang-gampang susah, terutama bagi pasangan yang memiliki dunia berbeda.
Sang suami sibuk di kantor sedangkan sang istri sibuk mengurus anak dan setumpuk pekerjaan rumah. Terkadang kesibukan dan kelelahan yang begitu melilit jiwa, membuat masing-masing merasa bahwa dunianyalah yang satu-satunya harus dimengerti. Hingga akhirnya yang terlontar adalah ungkapan kekecewaan, “Ngomong sama kamu nggak nyambung!”
Mari sejenak kita tinjau ulang ungkapan “nyambung” yang seringkali dijadikan justifikasi untuk mencurahkan uneg-uneg ini. Benarkah pasangan kita benar-benar sudah tidak nyambung, atau sebenarnya kita belum bekerja lebih keras untuk menyambungkan apa yang ada dalam pikiran kita dengan pikiran pasangan?
Dalam komunikasi ada dua jenis pesan yang ditangkap dalam menanggapi kalimat yang dilontarkan seseorang. Pesan tersebut adalah pesan tersurat dan pesan tersirat. Pesan tersurat adalah pesan yang ditangkap dengan jelas dalam sebuah kalimat tanpa embel-embel peristiwa yang mengikuti anggapan akan maksud kalimat tersebut. Sementara pesan tersirat biasanya ditangkap dengan diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi kalimat yang dinyatakan.
Yang menjadi masalah, kaum Adam biasanya lebih suka menggunakan pesan tersurat sedangkan kaum Hawa lebih sering menggunakan pesan tersirat. Akhirnya yang terjadi adalah kesalahpahaman yang menjadi-jadi.
Misalkan sang istri meminta suaminya untuk membantu mencuci pakaian. Sang suami yang ketika itu masih kelelahan akibat pulang malam dihari sebelumnya, pasti akan menolak dengan alasan masih lelah atau mengantuk. Istri yang mendapatkan penolakan seperti itu pasti tersinggung, apalagi bila ia pun bekerja di luar rumah. Yang seketika muncul dalam benak sang istri adalah betapa egoisnya sang suami, karena ia bisa tidur seenaknya, sementara ia mendapatkan beban kerja dua kali lipat. Apalagi bila teringat bahwa sebelumnya pun sang suami lebih sering menolak dan meneruskan tidurnya.
Inilah yang dimaksud dengan penggunaan pesan tersirat dan pesan tersurat dalam kehidupan rumah tangga. Sang suami menggunakan pesan tersurat karena memang pada kenyataannya ia masih lelah, sedangkan istri menangkap dengan mekanisme pesan tersirat bahwa memang suaminya tidak mau membantu pekerjaan rumah tangga.
Sampaikan dengan cara yang lebih baik
Padahal, bila pesan tersurat dan tersirat ini mampu dikomunikasikan dan dicarikan titik temunya mungkin kesepahaman yang muncul justru akan menyempurnakan cinta. Inilah yang begitu indah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) dan dicontohkan Rasul-Nya yang hatinya sarat dengan kasih sayang.
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik. Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia’.” (Al-Israa [17]: 53).
Jika saja permintaan untuk melakukan sesuatu dapat disampaikan dengan cara yang lebih baik dan waktu yang lebih tepat, bisa jadi anggapan-anggapan yang menggelisahkan itu dapat berubah menjadi sebuah kerjasama yang menambah cinta. Bila permintaan tersebut disampaikan pada saat suami setelah tidur selama beberapa waktu, mungkin penolakan itu tidak akan terlontar dari lisannya. Tiap suami tentu ingin menjadi orang yang mulia, sebagaimana yang disampaikan oleh Rasul-Nya, dengan berbuat baik pada istrinya. Sang istri pun tak perlu sakit hati akibat pikiran-pikiran dalam benaknya sendiri.
Bila tiba waktu senggang, tentu tak ada salahnya membahas permasalahan yang masih menggantung di hati. Menggunakan kalimat yang jelas dan menjauhi prasangka yang timbul dari pesan tersirat mungkin akan membuka pengertian-pengertian yang selama ini tertutupi oleh pikiran dan emosi kita sendiri.
Lebih dari itu, kita tak hanya diperintahkan mengatakan hal yang baik oleh Allah, tetapi lebih jauh lagi yaitu lebih baik. Artinya, kita tak hanya diperintahkan untuk mengatakan sesuatu dengan bahasa yang indah didengar, tetapi juga dengan suasana yang menyenangkan dengan sejumlah hikmah yang dapat memperkaya batin masing-masing pasangan. Dengan begitu, setan pun tak punya tempat untuk membisikkan prasangka-prasangka negatif ke dalam hati kita karena hati kita telah dipenuhi rasa kasih sayang dan hikmah yang akan membuat kita semakin bijak melihat sebuah persoalan.
Melihat dari sisi yang berbeda
Bila berbicara dengan lebih baik ini tak cukup efektif untuk mengusir gundah di hati akibat sikap pasangan yang tak kenal kompromi, mungkin melihat kebaikan yang dimiliki pasangan dari sisi lain akan membuat kita kembali tersenyum. Dalam hal ini, mungkin kita tak cukup membuka satu pintu untuk melihat bahwa pasangan yang telah dianugerahkan pada kita adalah orang terbaik. Kita masih harus lebih keras berusaha mencari pintu lain, bahkan mungkin mengintip dari celah jendela untuk menemukan sesuatu yang membuat kita merasa nyaman untuk menjadikannya tempat berbagi.
Sebagaimana titah-Nya dalam surat An-Nisa ayat 19,
“Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut. Kemudian, bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Berbicara langsung mungkin tak membuatnya merasa nyaman karena ia kurang mampu untuk menerjemahkan perasaannya. Padahal, ia ingin sekali menyampaikan apa yang ada dalam hatinya dengan bahasa yang terbaik. Bila ia tak langsung memberikan timbal balik secerdas tanggapan rekan sekerja kita, mungkin karena memang ia sedang berusaha memahami dan memastikan apa yang bisa dilakukannya agar beban kita berkurang. Bila ia hanya bisa mendengarkan dengan sepenuh hati, maka yakinlah bahwa ia berusaha memperhatikan dan menyimpan apa yang kita sampaikan, meski kelelahan telah menyergap di seluruh tubuhnya akibat beban yang mungkin lebih berat dari apa yang kita sampaikan.
Ada baiknya meluangkan waktu sejenak untuk mencoba cara yang lebih baik berbicara dengan belahan jiwa kita. Mungkin Allah SWT mengaruniakannya kepada kita dengan maksud memberikan kemampuan yang lebih pula. Kemampuan untuk memahami orang lain lebih baik, kemampuan untuk lebih berempati, kemampuan untuk lebih menyambungkan pikiran kita dengan orang lain –sehingga kita tidak sibuk dengan diri kita sendiri, atau lebih jauh, kemampuan untuk lebih banyak menggunakan fasilitas lain untuk berkomunikasi. Mungkin, menyapa pasangan dengan sebait puisi akan lebih menggerakkan hatinya dibandingkan menyapanya dengan sejumlah keluhan tentang sikapnya.
Karena itu, pastikan terlebih dahulu, bahwa kita adalah anugerah terbaik untuknya dan begitu pula ia. Dengan demikian, kita tak hanya tersambung dengan hatinya tapi juga tersambung dengan Sang Pemilik Cinta yang akan menyambungkan kita dengan berkah-Nya yang bertambah-tambah.
[Kartika Trimarti/Hidayatullah/muslimfamilia.com]
0 comments:
Post a Comment