latest Post

Suami Istri Tak Lagi Mesra? Mungkin Ini Masalahnya

masalah pernikahan rumah tangga

“Masak kamu nggak ngerti perasaanku, sih? Masak aku harus selalu ngomong apa yang aku inginkan? Huuuh, sebel! Kamu memang nggak peka! Kamu nggak cinta sama aku lagi, ya?!” Pembaca budiman, pernahkah Anda berseteru dengan pasangan dan mengucapkan kalimat seperti di atas?

Suami istri ribut? Wajar. Jangankan kita, Umar bin Khatab r.a. saja juga bertengkar dengan istrinya. Bahkan para istri Nabi saja pernah menuntut kenaikan uang belanja. Yang harus kita pelajari dan tiru adalah bagaimana mereka bisa mengelola perbedaan pendapat itu agar tidak berujung pada percekcokan yang berlarut-larut, bahkan perceraian. Sebaliknya, perbedaan dan pertengkaran yang terjadi bisa dikelola secara baik dan Islami. Gimana caranya, ya?

Para ahli psikologi juga mengatakan bahwa tumbuh kembang cinta itu mengalami pasang surut. Siklus alamiah selalu terjadi dalam relasi hubungan suami istri. Siklus cinta pada umumnya membutuhkan waktu tiga tahun, mulai dari romantis, renggang hingga terbangun kembali hubungan yang romatis.

Pembaca budiman, mungkinkah cinta itu bisa abadi? Atau apakah sebenarnya cinta sejati itu? Mungkinkah kemesraan suami istri itu bisa selamanya terjaga, selamanya indah dan bahagia? Tanpa percekcokan menyakitkan hati apalagi perceraian?

Pembaca budiman, mari kita cermati hal tersebut, yaitu bagaimana menjaga kemesraan sekaligus mengantisipasi pasang surutnya cinta agar terbangun keluarga bahagia, sakinah mawadah wa rahmah. Apa saja kiatnya agar perbedaan dan pertengkaran bisa dikelola secara positif. Bagaimana pula cara menumbuhkan kembali suasana mesra nan romantis yang mungkin sempat hilang entah kemana?

“Mendengar suaranya, jantung saya berdebar kencang, lutut saya rasanya lemas. Apalagi ketika melihat ia berjalan mendekat selepas akad nikah, rasanya saya hidup di tengah taman surga, gelombang kebahagiaan menyiram sekujur tubuh saya. Sekian tahun lamanya semuanya terasa begitu indah,” cerita Alifa dengan mata berbinar, ”tetapi .... kini semuanya seolah menguap entah ke mana. Saya jadi sangsi, apakah cinta sejati itu ada?” Mata Alifa kini menerawang, ia pun mulai menangis sesenggukan.

Saat Cinta Mulai Surut Apa Yang Sebaiknya Dilakukan?

Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap suami istri menunjukkan, bahwa komunikasi yang buruk adalah sebab utama munculnya masalah dalam perkawinan. Tentunya ada penyebab-penyebab lain yang turut menggoncang romantika cinta suami istri.

Kejelian dalam mengenali gejala-gejala penyebab surutnya cinta akan sangat membantu pencegahan dan penanganan atas kerenggangan hubungan suami istri yang terjadi. Apa saja penyebab surutnya cinta dan hilangnya kemesraan? Bagaimana mengatasinya?

Salah Pandang tentang Perkawinan

Banyak pasangan menganggap, dalam perkawinan yang baik, sepasang pria dan wanita bergabung menjadi satu, segalanya harus sama, dan masing-masing dianggap pasti tahu dan harus tahu isi hati pasangannya, meski tidak diungkapkan.

Saat menyadari bahwa ternyata selera, sifat, dan karakter pasangannya berbeda, kecewa pun datang. Contohnya Hermin, yang periang dan suka ngobrol, sementara Herman, suaminya, lebih suka membaca. “Mas, stop dulu bacanya, dengerin aku. Ada masalah, nih. Kamu memang payah, nggak mau dengerin aku!”

Melihat bukunya ditutup paksa oleh sang istri, Herman langsung berdiri dan keluar dari kamar, “Buat apa mendengarkan kamu? Teriak-teriak seperti orang gila!”

Melihat itu, kemarahan Hermin naik sampai ubun-ubun. Dan "tabungan emosi"-nya yang selama ini disimpan tak pelak langsung meledak. Dar...darr… daarrr!! Luapan kemarahan pun merembet, lalu mengungkit segala masalah yang selama ini disimpan sendiri.

Jadi ada dua hal yang mestinya direnungi: pertama, apakah untuk bisa bahagia itu semuanya harus sama, padahal taman bunga itu indah justru karena ragam warna-warninya? Jadi, perbedaan bukan penyebab masalah, justru bagaimana menyikapinya, itulah masalah yang harus dipecahkan.

Kedua, hindarilah menabung emosi. Alangkah baiknya jika setiap kali ada "perasaan" di hati (kecewa, jengkel, tidak setuju, tidak sreg) segera diungkapkan secara langsung, tenang, dewasa dan konstruktif. Jangan ditabung. Jangan pula menganggap pasangan pasti tahu tanpa diberitahu. Itu tidak mungkin.

Ia Milikku!

Mengapa ya, kebanyakan orang cenderung memperlakukan pasangannya agak semaunya tanpa mempertimbangkan perasaan, beda sekali dengan perlakuan terhadap teman atau sahabat?

Kebanyakan kita menganggap jika sudah "berhasil" menikahi seseorang, berarti ia sudah menjadi milikku. Selesai. Tak perlu lagi berhati-hati, menghormati, apalagi memberikan perhatian istimewa kepadanya seperti sebelumnya. Ala kadarnya sajalah….

Di awal-awal pernikahan, setiap berbincang, Yanti selalu bicara dengan halus, dan mendengar penuh perhatian. Selalu pakai baju terbaru dan parfum terbaik. Setelah waktu berlalu, sekarang jika Yanto, sang suami pulang dari kantor, Yanti teap saja memakai baju daster yang bau kompor. Begitupun Yanto, kalau di awal pernikahan dulu setiap kali pulang selalu bawa hadiah atau kejutan-kejutan kecil, kini ia pulang hanya membawa wajah kucel, dan baju kusut. Yang dihadiahkan ke istri pun hanyalah keluh kesah seputar kerjaan melulu.

Sadarilah bahwa ia bukan "milikku", ia justru adalah amanah dan tanggung jawab kepada Allah. Ikatan suami istri adalah ikatan yang amat kuat, bobotnya disetarakan dengan ikatan perjanjian antara Allah dan para Nabi Ulul Azmi. Dengan demikian satu sama lain tidak berhak saling menyakiti, dan menyusahkan, sebaliknya harus saling membimbing, membahagiakan, dan menghormati sebagai amanah Allah.

Seribu Kebaikan Hilang oleh Satu Kesalahan

Fathonah selama ini selalu menyambut Fathoni suaminya dengan senyum ramah, membantu melepas sepatu, menyiapkan air hangat untuk mandi, lalu makan minum pun terhidang rapi di meja makan. Tak lupa Fathonah selalu menghiasi rumahnya dengan lantunan lagu-lagu Islami atau ayat suci penyejuk hati. Segala kepenatan Fathoni, sang suami-pun berganti sejuk dan teduh di rumah bersama Fathonah.

Namun sore itu, Fathonah lupa mengisi bak mandi. Ia hanya memberikan handuk dan baju ganti kepada sang suami. Tatkala Fathoni masuk kamar mandi, ia dapati bak mandi tak berisi. Sudah lelah, dibikin kesal, maka pecahlah amarah Fathoni. Ditudinglah Fathonah ini dan itu. Ribuan kebaikan Fathonah hilang sudah, apa pun yang diperbuat sang istri menjadi serba salah.

Sejak itu, hubungan menjadi tegang, Setiap komentar dan tindakan selalu bernada negatif. Sedikit-sedikit emosi lalu bertengkar, sulit melihat sisi positif, tegang dulu sebelum bicara, semakin lama bahkan semakin dingin, dan mudah tersinggung. Jika ini tak segera dibicarakan baik-baik, ia akan menjadi bom waktu yang bisa meledakkan bangunan perkawinan sewaktu-waktu.

Segalanya Akan Beres Asal Ia Mau Berubah!

Setiap kali mengalami krisis cinta, masing-masing cenderung berpikiran bahwa “saya adalah saya”. Dan "betapa bahagianya saya seandainya ia mau berubah", begitu impian masing-masing. Kata-kata yang sering diucapkan adalah "saya" atau "kamu". Jarang sekali mengucapkan "kita", apalagi "kita berdua".

Masing-masing gemar melimpahkan kesalahan pada pasangannya. "Kamu memang selalu…", "Kamu tak pernah sekalipun…", "Dasar kamu, memang nggak bertanggung jawab!" Yang muncul selalu emosi dan tuduhan, sementara faktanya, dan alasan justru jarang diungkapkan. Akibatnya, problem yang sebenarnya justru tidak dibahas sama sekali, apalagi diselesaikan bersama.

Padahal kalau saja salah satu pihak mau melakukan perubahan kongkrit sedikit saja setelah terjadi pertengkaran, niscaya akan membawa sentuhan dan perubahan besar pada pasangan. Misalnya, setelah hubungan memanas selama dua hari, Nining berusaha menghidangkan teh dan kue saat pagi dan sore hari untuk suami. Sementara Nanang mau meluangkan waktu untuk bersih-bersih rumah atau menata ulang tata letak perabotan rumah tangga agar selalu tampak baru. Kalau masih canggung untuk bertegur sapa, tak perlu memaksakan diri, yang terpenting tunjukkan lewat perbuatan. Insya Allah susana krisis akan segera berganti romantis.

Tak Yakin Bisa Dibereskan

Ketika krisis sudah pada tingkat pesimis bahwa masing-masing sudah patah arang, tak yakin perkawinan bisa diselamatkan maka ini sudah sangat berbahaya. Jika tidak segera dibangun saluran komunikasi, makin hari akan semakin rumit. Apalagi jika mulai melirik pihak ketiga, awalnya sekedar sebagai curahan hati, lama-lama mulai menyimpulkan bahwa Joni temanku lebih bijaksana dari suamiku, atau si Lena lebih bisa mengerti keinginanku. Setan pun bersorak gembira.

Namun, cobalah sedikit merenung. Bukankah sebenarnya masing-masing punya tujuan yang sama? Sama-sama menginginkan rumah tangga yang bahagia? Bukankah pertengkaran itu terjadi karena masing-masing sebenarnya ingin bahagia, meski menurut persepsi dan kepentingan sendiri-sendiri? Karena hakekat tujuannya sama, cobalah tenang sejenak. Kalau sedang marah jangan terus berdiri, kata Rasulullah SAW segeralah duduk, dan segera berwudhu. Kemudian renungilah semuanya dengan tenang.

Memahami Seutuhnya

Laksana gunung, dari jauh nampak begitu indah. Namun begitu didekati dan didaki, terlihatlah bagian-bagian yang gersang, curam bahkan berbahaya. Begitupun Tono dan Tini. Dulu semuanya nampak sempurna dan menawan. Tercantik dan tertampan di seluruh dunia. Namun lima bulan kemudian, semuanya begitu jelek, bodoh, dan menyebalkan. Serba kalah dibandingkan teman di kantor atau tetangga sebelah.

Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. “Jika Anda benci terhadap sebagiannya, ada bagian lain yang menyenangkan,” begitu kata Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim.

Nabi juga mengajarkan, begitu akad nikah terjalin, segeralah sang pengantin shalat dua rakaat lalu berdoa bersama-sama, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu akan kebaikan istri/suamiku, dan kebaikan watak serta perangai yang Engkau berikan padanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan dari kejelekan watak dan perangai yang Engkau berikan padanya.” (HR. Bukhari dan Abu Daud).

Bukankah Allah swt juga berfirman bahwa suami istri itu ibarat pakaian dimana satu sama lainnya saling melindungi dan saling memperindah? (age/muslimfamilia.com)
Recommended Posts × +

0 comments:

Post a Comment