Ketika melihat pasangan yang baru menikah, saya suka tersenyum. Bukan apa-apa, saya hanya ikut merasakan kebahagiaan yang berbinar spontan dari wajah-wajah syahdu mereka. Tangan yang saling berkaitan ketika berjalan, tatapan-tatapan penuh makna, bahkan sirat keengganan saat hendak berpisah. Seorang sahabat yang tadinya mahal tersenyum, setelah menikah senyumnya selalu saja mengembang. Ketika saya tanyakan mengapa, singkat dia berujar "Menikahlah! Nanti juga tahu sendiri". Aih...
Menikah adalah sunnah terbaik dari sunnah yang baik, itu yang saya baca dalam sebuah buku pernikahan. Jadi ketika seseorang menikah, sungguh ia telah menjalankan sebuah sunnah yang di sukai Nabi. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa Allah hanya menyebut nabi-nabi yang menikah dalam kitab-Nya. Hal ini menunjukkan betapa Allah menunjukkan keutamaan pernikahan. Dalam firmannya,
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan rasa kasih sayang diantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kalian yang berfikir." (QS. Ar-Rum: 21)
Menikah itu indah. Ketika sudah menikah, semuanya menjadi begitu jelas, alur ibadah suami dan istri pun lebih terarah. Dunia seolah menjadi terang benderang, dan kicauan burung terdengar begitu merdu. Sepoi angin dimaknai begitu dalam, makanan yang terhidang selalu saja disantap lezat. Mendung di langit bukan masalah besar. Seolah dunia hanya milik "berdua", mengapa? Karena semuanya dinikmati berdua. Hidup seperti baru dimulai, sejarah keluarga baru saja disusun.
Namun sayang, kadang semua itu lambat laun menguap ke angkasa, atau raib ditelan bumi. Entahlah, saat itu cinta berpendar ke mana. Banyak pasangan yang akhirnya tidak sampai ke tujuan, tak terhitung pasangan yang terburai kehilangan pegangan, selanjutnya perahu mereka karam sebelum sempat berlabuh di tepian. Bercerai, sebuah amalan yang diperbolehkan tapi sangat dibenci oleh Allah SWT.
Ketika Allah menjalinkan perasaan cinta di antara suami istri, sungguh itu adalah anugerah bertubi yang harus disyukuri. Karena cinta istri kepada suami berbuah ketaatan untuk selalu menjaga kehormatan diri dan keluarga. Dan cinta suami kepada istri menetaskan keinginan melindungi dan membimbingnya sepenuh hati. Berkah.
Saya teringat sebuah peristiwa, saat itu seorang istri memarahi suaminya habis-habisan, saya yang berada di sana merasa iba melihat sang suami yang terdiam. Padahal ia baru saja pulang kantor, peluh masih membasah, kesegaran pada saat pergi sama sekali tidak nampak, kelelahan begitu lekat di wajah. Hanya karena masalah kecil, emosi istri meledak begitu hebat.
Saya kira akan terjadi "perang" hingga bermaksud mengajak anak-anak main di belakang. Tapi ternyata di luar dugaan, suami malah mendaratkan sun sayang penuh mesra di kening sang istri. Istrinya yang sedang berapi-api pun padam, senyum malu-malunya mengembang kemudian dan merdu uaranya bertutur, "Maafkan Mama ya, Pa..". Gegas ia raih tangan suami dan mendekatkannya juga ke kening, rutinitasnya setiap kali suaminya datang.
Jauh setelah kejadian itu, saya bertanya pada sang suami kenapa ia berbuat demikian. "Saya mencintainya, karena ia istri yang dianugerahkan Allah, karena ia ibu dari anak-anak. Ya, karena saya mencintainya," demikian jawabannya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziah seorang ulama besar, menyebutkan bahwa cinta mempunyai tanda-tanda. Pertama, ketika mereka saling mencintai maka sekali saja mereka tidak akan pernah saling mengkhianati. Mereka akan saling setia, senantiasa memberikan semua komitmen mereka.
Kedua, ketika seseorang mencintai, maka dia akan mengutamakan yang dicintainya, seorang istri akan mengutamakan suami dalam keluarga, dan seorang suami tentu saja akan mengutamakan istri dalam hal perlindungan dan nafkahnya. Mereka akan sama-sama saling mengutamakan, tidak ada yang merasa superior.
Ketiga, ketika mereka saling mencintai maka sedetikpun mereka tidak akan mau berpisah, lubuk hatinya selalu saling terpaut. Meskipun secara fisik berjauhan, hati mereka seolah selalu tersambung. Ada do'a istrinya agar suami selamat dalam perjalanan dan memperoleh sukses dalam pekerjaan. Ada tengadah jemari istri kepada Allahi supaya suami selalu dalam perlindunganNya, tidak tergelincir. Juga ada ingatan suami yang sedang membanting tulang meraup nafkah halal kepada istri tercinta, sedang apakah gerangan Istrinya, lebih semangatlah ia.
Saudaraku, ketika segala sesuatunya berjalan begitu rumit dalam sebuah rumah tangga, saat-saat cinta tidak lagi menggunung dan menghilang seiring persoalan yang datang silih berganti. Perkenankan saya mengingatkan lagi sebuah hadist nabi. Ada baiknya para istri dan suami menyelami bulir-bulir nasehat berharga dari Nabi Muhammad SAW. Salah satu wasiat Rasulullah yang diucapkannya pada saat-saat terakhir kehidupannya dalam peristiwa haji wada',
"Barang siapa (di antara para suami) bersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa (di antara para istri) bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiah, istri Fir'aun." (HR. Nasa'iy dan Ibnu Majah)
Kepada saudaraku yang baru saja menggenapkan setengah dien, tak ada salahnya juga untuk saudaraku yang sudah lama mencicipi asam garamnya pernikahan, patrikan firman Allah dalam ingatan,
"Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami) dan kalian adalah pakaian bagi mereka." (QS. Al-Baqarah:187)
Pergaulilah mereka (istrimu) dengan cara sepatutnya. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa': 19)
Kepada sahabat yang baru saja membingkai sebuah keluarga, juga bagi para pasutri yang usia rumah tangganya telah berlayar jauh; ingatlah bahwa ketika suami mengharapkan istri berperilaku seperti Khadijah, maka suami juga harus meniru perilaku Muhammad SAW. Begitu juga sebaliknya, jika istri mengharapkan suami berperilaku seperti 'Ali, maka istri juga harus meniru perilaku Fathimah.
Perempuan yang paling mempesona adalah istri yang shalihah, istri yang ketika suami memandangnya pasti menyejukkan mata, ketika suaminya menuntunnya kepada kebaikan maka dengan sepenuh hati dia akan mentaatinya, jua tatkala suami pergi maka dia akan amanah menjaga harta dan kehormatannya. Istri yang tidak silau dengan gemerlap dunia, dan istri yang selalu bergegas merengkuh kemilau ridha Allah.
Lelaki yang berpredikat lelaki terbaik adalah suami yang memuliakan istrinya. Suami yang selalu dan selalu mengukirkan senyuman di wajah istrinya. Suami yang menjadi qawwam (pemimpin) istrinya. Suami yang begitu tangguh mencarikan nafkah halal untuk keluarga. Suami yang tak lelah berlemah lembut mengingatkan kesalahan istrinya. Suami yang menjadi seorang nahkoda kapal keluarga, mengarungi samudera agar selamat menuju tepian hakiki "Surga". Dia memegang teguh firman Allah, "Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." (QS. At-Tahrim: 6)
Akhirnya, mudah-mudah semuanya tetap berjalan dengan semestinya. Semua berlaku sama seperti permulaan. Tidak kurang, tidak juga berlebihan. Meski riak-riak gelombang mengombang-ambing perahu yang sedang dikayuh, atau karang begitu gigih berdiri menghalangi biduk untuk sampai ketepian, insya Allah dengan iman dan cinta, akan selalu ada jalan. Sehingga setiap butir hari yang bergulir akan tetap indah, fajar di ufuk selalu saja tampak merekah. Keduanya menghiasi masa dengan kesyukuran, keduanya berbahtera dengan bekal cinta. Indah. Seindah syair karya Ibnu Qayyim,
"Engkau istriku yang halal, aku tidak peduli celaan orang.
Kita satu tujuan untuk selamanya.
Engkau sirami cinta dalam hatiku dengan indahnya perangaimu.
Kebahagiaanku lenyap ketika kamu menghilang lenyap.
Hidupku menjadikan terang ketika kamu disana.
Hari-hariku berat sampai aku kembali ke rumah menjumpaimu.
Maka lenyaplah keletihan ketika kau tersenyum."
Semoga Allah selalu menghimpunkan kalian (yang saling mencintai karena Allah dalam ikatan halal pernikahan) dalam kebaikan. Mudah-mudahan Allah yang maha lembut melimpahkan kepada kalian bening saripati cinta, cinta yang menghangati nafas keluarga, cinta yang menyelamatkan. Semoga Allah memampukan kalian membingkai keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah.
Semoga Allah mematrikan helai keikhlasan di setiap gerak dalam keluarga, juga mengekalkan ikatan pernikahan kalian di dunia hingga jannah-Nya. Mudah-mudahan kalian selamat mendayung sampai ketepian. Allahumma Aamiin. (Bayu Gautama/muslimfamilia.com)
Sumber: tentang-pernikahan.com
0 comments:
Post a Comment