latest Post

Bila Pasangan Tak Seindah Harapan

kecewa dengan pernikahan

Sebagai wanita, saat kita masih sendiri, pastilah tersirat di benak kita untuk bertekad menjadi istri shalihah yang taat dan selalu tersenyum manis. Kita pun selalu ingin memberikan yang terbaik bagi suami kelak sebagai jalan pintas menuju surga.

Figur istri yang sholihah, taat, dan setia benar-benar terpatri kuat di benak kita. Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan kita berjodoh dengan seorang Muslim yang shalih, kita pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmat dan khusyu' karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan surga Allah sebagai tujuan hidup berumah tangga.

Kini, ketika telah menjalani kehidupan rumah tangga, banyak hal realistis yang harus dihadapi. Sifat, karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran, serta perbedaan latar belakang keluarga yang semula mudah terjembatani oleh kesatuan iman, cita-cita, dan komitmen, ternyata lambat laun menjadi bahan-bahan perselisihan. Pertengkaran memanglah bumbunya perkawinan, tetapi manakala bumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya menjadi tajam dan tak enak lagi.

Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan harus dihadapi ketika mengetahui kenyataan bahwa pasangan tak seindah harapan. Bagi yang tidak siap, dan/atau bagi yang dalam proses menyiapkan diri, mereka seakan mengalami penderitaan psikis berkepanjangan, yang imbasnya akan menjalar terhadap perbuatan "anarkis" kepada diri dan orang-orang sekitarnya. Tak pelak, doa-doa patah hatipun dilantunkannya setiap hari.

Ternyata, ada banyak hal yang tak seindah bayangan semula. Ada jarak yang terbentang antara harapan dan kenyataan. Jalan setapak taman berbunga yang dilalui ternyata hanya pendek dan singkat saja. Di hadapan, cukup banyak onak dan duri yang menghadang.

Kekecewaan bersumber dari persepsi dan harapan ideal yang kemudian menggiring kita pada gambaran-gambaran indah tentang pasangan kita. Berharap suami adalah sosok bermental super, dan berpribadi istimewa layaknya Rasulullah SAW. Sedangkan istri pun juga dipersepsikan layaknya Ibunda Fathimah yang tanpa cela dalam mengabdi kepada suami.

Harapan yang besar tersebut, seakan pula meniadakan ruang pemakluman atas segala kekurangan dari suami. Hal ini tentu saja bisa berdampak fatal, konflik bisa saja menjadi jadwal harian jika harapan itu berlawanan dengan fakta yang ditemukan di dalam sebuah rumah tangga.

Lantas apakah berharap itu tidak boleh? Berharap tentulah sah-sah saja dan hal yang wajar, namun perlu diingat bahwa seseorang yang akan kita nikahi itu adalah manusia biasa, bukan malaikat. Tentu dia memiliki banyak kekurangan yang mungkin kita temukan di kemudian hari.

Berkaca dari hal di atas, maka tidak berlebihan apabila kita mensyaratkan pada diri sendiri untuk bersikap ikhlas ketika akan menikah. Sikap ikhlas membuat kita lebih siap untuk menghadapi perbedaan-perbedaan yang terjadi nanti. Selain itu, sikap ikhlas juga akan menumbuhkan prasangka baik (husnudzan) kita kepada Allah.

Sikap ikhlas pun akan menumbuhkan sifat memaafkan dan berpikir positif. Kita perlu menyadari, bahwa semua orang tentu berusaha hidup dengan cara yang paling baik menurut mereka, namun terkadang "kebaikan" itu mungkin kurang pas jika diterapkan untuk kita. Tapi satu hal yang harus tetap kita lakukan, cobalah mendidik diri sendiri untuk tetap menghargai niat baik mereka tersebut. Maka dengan memaafkan dan berpikir positif, semua akan kembali pada jalur yang semestinya.

Jika sikap ikhlas tersebut dapat kita hayati dan terapkan, insya Allah konflik atau kekerasan dalam rumah tangga dapat kita hindari. Justru kejutan-kejutan indah akan hadir kemudian, yang akan manambah benih-benih romantisme, sehingga cinta dan dukungan kita terhadap pasangan akan menjadi semakin besar. Jika sudah begini, bukan tidak mungkin, kita akan benar-benar menikmati indahnya surga dunia.

Sekali lagi, kita harus mengisyafi bahwa pasangan kita hanyalah manusia biasa, yang memiliki kekurangan dan kelebihan, begitu pun kita sendiri. Kita juga manusia biasa yang jauh dari sempurna. Maka sikap saling menghargai, memaklumi kekurangan pasangan, disertai usaha keras untuk bersama-sama memperbaiki diri, akan membantu kita menemukan hidup yang bahagia dan harmonis dengan pasangan. (Syahidah/voa-islam/muslimfamilia.com)

Recommended Posts × +

0 comments:

Post a Comment